A.
Masuknya Islam ke Eropa
Dalam sejarah ilmu pengetahuan dan peradaban Islam,
tanah Spanyol lebih banyak dikenal dengan nama Andalusia, yang diambil dari
sebutan tanah Semenanjung Liberia. Julukan Andalusia ini berasal dari kata
Vandalusia, yang artinya negeri bangsa Vandal, karena bagian selatan
Semenanjung ini pernah dikuasai oleh bangsa Vandal sebelum mereka dikalahkan
oleh bangsa Gothia Barat pada abad V. Daerah ini dikuasai oleh Islam setelah
penguasa Bani Umayah merebut tanah Semenanjung ini dari bangsa Gothi Barat pada
masa Khalifah Al-Walid ibn Abdul Malik.[1]
Islam masuk ke Spanyol (Cordoba) pada tahun 93 H
(711 M) melalui jalur Afrika Utara di bawah pimpinan Tariq bin Ziyad yang
memimpin angkatan perang Islam untuk membuka Andalusia.[2]
Dalam proses penaklukan Spanyol terdapat tiga
pahlawan Islam yang dapat dikatakan paling berjasa memimpin satuan-satuan
pasukan ke sana. Mereka adalah Tharif ibn Malik, Thariq ibn Ziyad, dan Musa ibn
Nushair. Tharif dapat disebut sebagai perintis dan penyelidik. Ia menyeberangi
selat yang berada di antara Maroko dan benua Eropa itu dengan satu pasukan
perang lima ratus orang di antaranya adalah tentara berkuda, mereka menaiki
empat buah kapal yang disediakan oleh Julian. Ia menang dan kembali ke Afrika
Utara membawa harta rampasan yang tidak sedikit jumlahnya. Didorong oleh
keberhasilan Tharif ibn Malik dan kemelut yang terjadi dalam tubuh kerajaan
Visigothic yang berkuasa di Spanyol pada saat itu, serta dorongan yang besar
untuk memperoleh harta rampasan perang,
Musa ibn Nushair pada tahun 711 M mengirim pasukan ke Spanyol sebanyak 7000
orang di bawah pimpinan Thariq ibn Ziyad.[3]
Thariq ibn Ziyad lebih banyak dikenal sebagai
penaklukan Spanyol karena pasukannya lebih besar dan hasilnya lebih nyata.
Pasukannya terdiri dari sebagian besar suku Barbar yang didukung oleh Musa ibn
Nushair dan sebagian lagi orang Arab yang dikirim Khalifah al-Walid. Pasukan
itu kemudian menyeberangi selat di bawah pimpinan Thariq ibn Ziyad.[4]
Sebuah gunung tempat pertama kali Thariq dan pasukannya mendarat dan menyiapkan
pasukannya, dikenal dengan nama Gibraltar (Jabal Thariq). Dengan dikuasainya
daerah ini, maka terbukalah pintu secara luas untuk memasuki Spanyol. Dalam
pertempuran di Bakkah, Raja Roderick dapat dikalahkan. Dari situ Thariq dan
pasukannya menaklukkan kota-kota penting seperti Cordova, Granada dan Toledo
(Ibu kota kerajaan Goth saat itu). Sebelum menaklukkan kota Toledo, Thariq
meminta tambahan pasukan kepada Musa ibn Nushair di Afrika Utara. Lalu
dikirimlah 5000 personil, sehingga jumlah pasukan Thariq 12000 orang. Jumlah
ini tidak sebanding dengan pasukan ghothic yang berjumlah 25.000 orang.[5]
Gelombang perluasan wilayah berikutnya muncul pada
masa pemerintahan Khalifah Umar ibn Abdil Aziz tahun 99 H/717 M, dengan
sasarannya menguasai daerah sekitar pegunungan Pyrenia dan Prancis Selatan.
Gelombang kedua terbesar dari penyerbuan
kaum muslimin yang geraknya dimulai pada permulaan abad ke-8 M ini,
telah menjangkau seluruh Spanyol dan melebar jauh ke Prancis Tengah dan bagian-bagian
penting dari Italia.[6]
Kemenangan-kemenangan yang dicapai umat Islam nampak
begitu mudah. Hal itu tidak dapat dipisahkan dari adanya faktor eksternal dan
internal.
Yang dimaksud dengan faktor eksternal adalah suatu
kondisi yang terdapat di dalam negeri Spanyol sendiri. Pada masa penaklukan
Spanyol oleh orang-orang Islam, kondisi sosial, politik, dan ekonomi negeri ini
berada dalam keadaan menyedihkan. Secara politik, wilayah Spanyol
terkoyak-koyak dan terbagi-bagi ke dalam beberapa negeri kecil. Bersamaan
dengan itu, penguasa Gothic bersikap tidak toleran terhadap aliran agama yang
dianut oleh penguasa, yaitu aliran Monofisit, apalagi terhadap penganut agama
lain, Yahudi. Rakyat dibagi-bagi ke dalam sistem kelas, sehingga, keadaannya
diliputi oleh kemelaratan, ketertindasan, dan ketiadaan persamaan hak. Di dalam
situasi seperti itu, kaum tertindas menanti kedatangan juru pembebas dan juru
pembebasnya mereka temukan dari orang Islam.[7]
Perpecahan dalam negeri Spanyol ini banyak membantu keberhasilan campur tangan
Islam di tahun 711 M. Perpecahan itu amat banyak coraknya dan sudah ada jauh
sebelum kerajaan Gothic berdiri.
Buruknya kondisi sosial, ekonomi, dan keagamaan
tersebut terutama disebabkan oleh keadaan politik yang kacau. Kondisi terburuk
terjadi pada masa pemerintahan Raja Roderick, Raja Goth terakhir yang
dikalahkan Islam.
Awal kehancuran kerajaan Ghot adalah ketika Raja
Roderick memindahkan ibu kota negaranya dari Seville ke Toledo, sementara
Witiza, yang saat itu menjadi penguasa atas wilayah Toledo, diberhentikan
begitu saja. Sementara itu, terjadi pula konflik antara Roderick dengan Ratu
Julian, mantan penguasa wilayah Septah. Julian juga bergabung dengan kaum
Muslimin di Afrika Utara dan mendukung usaha umat Islam untuk menguasai
Spanyol. Julian bahkan memberikan pinjaman empat buah kapal yang dipakai oleh
Tharif, Tariq, dan Musa.[8]
Hal menguntungkan tentara Islam lainnya adalah
tentara Roderick yang terdiri dari para budak yang tertindas tidak lagi
mempunyai semangat perang. Selain itu, orang Yahudi yang selama ini tertekan
juga mengadakan persekutuan dan memberikan bantuan bagi perjuangan kaum
Muslimin.
Adapun yang dimaksud dengan faktor internal adalah
suatu kondisi yang terdapat dalam tubuh penguasa, tokoh-tokoh pejuang, dan para
prajurit Islam yang terlibat dalam penaklukan wilayah Spanyol pada khususnya.
Para pemimpin adalah tokoh-tokoh yang kuat, tentaranya kompak, bersatu, dan
penuh percaya diri. Mereka pun cakap, berani, dan tabah dalam menghadapi setiap
persoalan. Yang tak kalah pentingnya adalah ajaran Islam yang ditunjukkan para
tentara Islam, yaitu toleransi, persaudaraan, dan tolong menolong. Sikap
toleransi agama dan persaudaraan yang terdapat dalam pribadi kaum Muslimin itu
menyebabkan penduduk Spanyol menyambut kehadiran Islam di sana.
B.
Perkembangan Islam di
Spanyol
Sejak pertama kali Islam menginjakkan kakinya
ditanah Spanyol hingga jatuhnyua kerajaan Islam terakhir di sana sekitar tujuh
setengan abad lamanya, Islam memainkan peranan yang besar, baik dalam bidang
kemajuan intelektual (filsafat, sains, fikih, musik dan kesenian, bahasa dan
sastra), kemegahan bangunan fisik (Cordova dan Granada).[9]
Sejarah panjang yang dilalui umat Islam di Spanyol itu dapat dibagi menjadi
enam periode yaitu :
- Periode Pertama (711-755 M)
Pada periode ini, Spanyol berada di bawah
pemerintahan para wali yang diangkat oleh Khalifah Bani Umayah yang terpusat di
Damaskus. Pada periode ini stabilitas politik negeri Spanyol belum tercapai
secara sempurna, gangguan-gangguan masih terjadi, baik dari dalam maupun dari
luar. Gangguan dari dalam antara lain berupa perselisihan di antara elite
penguasa, terutama akibat perbedaan etnis dan golongan. Di samping itu,
terdapat perbedaan pandangan antara Khalifah di Damaskus dan gubernur Afrika
Utara yang berpusat di Khairawan. Masing-masing mengaku bahwa merekalah yang
paling berhak menguasai daerah Spanyol ini. Oleh karena itu, terjadi dua puluh
kali pergantian wali (gubernur) Spanyol dalam jangka waktu yang amat singkat.
Perbedaan pandangan politik itu menyebabkan seringnya terjadi perang saudara.
Hal ini ada hubungannya dengan perbedaan etnis, terutama antara Barbar asal
Afrika Utara dan Arab. Di dalam etnis Arab sendiri terdapat dua golongan yang
terus-menerus bersaing yaitu suku Qaisy (Arab Utara) dan Arab Yamani (Arab
Selatan). Perbedaan etnis ini sering kali menimbulkan konflik politik, terutama
ketika tidak ada figur yang tangguh. Itulah sebabnya di Spanyol pada saat itu
tidak ada gubernur yang mampu mempertahankan kekuasaannya untuk jangka waktu
yang agak lama.Periode ini berakhir dengan datangnya Abdurrahman Al-Dakhil ke
Spanyol pada tahun 138 H/755 M.
- Periode Kedua (755-912 M)
Pada periode ini, Spanyol berada di bawah
pemerintahan seorang yang bergelar amir (panglima atau gubernur) tetapi tidak
tunduk kepada pusat pemerintahan Islam, yang ketika itu dipegang oleh Khalifah
Abbasiyah di Baghdad. Amir pertama adalah Abdurrahman I yang memasuki Spanyol
tahun 138 H/755 M dan diberi gelar Al-Dakhil (yang masuk ke Spanyol). Ia
berhasil mendirikan dinasti Bani Umayah di Spanyol. Penguasa-penguasa Spanyol
pada periode ini adalah Abdurrahman Al-Dakhil, Hisyam I, Hakam I, Abdurrahman
Al-Ausath, Muhammad ibn Abdurrahman, Munzir ibn Muhammad, dan Abdullah ibn
Muhammad.
Pada periode ini, umat Islam Spanyol mulai memperoleh
kemajuan-kemajuan baik di bidang politik maupun bidang peradaban. Abdurrahman
Al-Dakhil mendirikan masjid Cordova dan sekolah-sekolah di kota-kota besar
Spanyol. Hisyam dikenal sebagai pembaharu dalam bidang kemiliteran. Dialah yang
memprakarsai tentara bayaran di Spanyol. Sedangkan Abdul Rahman Al-Ausath
dikenal sebagai penguasa yang cinta ilmu. Pemikiran filsafat juga mulai pada
periode ini, terutama di zaman Abdurrahman Al-Ausath.[10]
Pada pertengahan abad ke-9 stabilitas negara
terganggu dengan munculnya gerakan Kristen fanatik yang mencari kesahidan
(Martyrdom).[11]
Gangguan politik yang paling serius pada periode ini datang dari umat Islam
sendiri. Golongan pemberontak di Toledo pada tahun 852 M membentuk negara kota
yang berlangsung selama 80 tahun. Di samping itu sejumlah orang yang tak puas
membangkitkan revolusi. Yang terpenting diantaranya adalah pemberontakan yang
dipimpin oleh Hafshun dan anaknya yang berpusat di pegunungan dekat Malaga.
Sementara itu, perselisihan antara orang-orang Barbar dan orang-orang Arab
masih sering terjadi.[12]
- Periode Ketiga (912-1013 M)
Periode ini berlangsung mulai dari pemerintahan
Abdurrahman III yang bergelar “An-Nasir” sampai munculnya “raja-raja kelompok”
yang dikenal dengan sebutan Muluk Al-Thawaif. Pada periode ini Spanyol
diperintah oleh penguasa dengan gelar Khalifah, penggunaan khalifah tersebut
bermula dari berita yang sampai kepada Abdurrahman III, bahwa Muktadir,
Khalifah daulah Bani Abbas di Baghdad meninggal dunia dibunuh oleh pengawalnya
sendiri. Menurut penilainnya, keadaan ini menunjukkan bahwa suasana
pemerintahan Abbasiyah sedang berada dalam kemelut. Ia berpendapat bahwa saat
ini merupakan saat yang tepat untuk memakai gelar khalifah yang telah hilang
dari kekuasaan Bani Umayyah selama 150 tahun lebih. Karena itulah gelar ini
dipakai mulai tahun 929 M. Khalifah-khalifah besar yang memerintah pada periode
ini ada tiga orang yaitu Abdurrahman Al-Nasir (912-961 M), Hakam II (961-976
M), dan Hisyam II (976-1009 M).
Pada periode ini umat Islam Spanyol
mencapai puncak kemajuan dan kejayaan menyaingi kejayaan daulat Abbasiyah di
Baghdad. Abdurrahman Al-Nasir mendirikan universitas Cordova. Ia mendahului
Al-Azhar Kairo dan Nizhamiyah Baghdad, juga menarik minat para siswa, Kristen
dan Muslim, tidak hanya di Spanyol tetapi juga dari wilayah-wilayah lain di
Eropa, Afrika dan Asia.[13]
- Periode Keempat (1013-1086 M)
Pada periode ini, Spanyol terpecah
menjadi lebih dari tiga puluh negara kecil di bawah pemerintahan raja-raja
golongan atau Al-Mulukuth Thawaif yang berpusat di suatu kota seperti Seville,
Cordova, Toledo dan sebagainya. Yang terbesar diantaranya adalah Abbadiyah di
Seville. Pada periode ini umat Islam memasuki masa pertikaian intern.
Ironisnya, kalau terjadi perang saudara, ada di antara pihak-pihak yang bertikai
itu yang meminta bantuan kepada raja-raja Kristen. Melihat kelemahan dan
kekacauan yang menimpa keadaan politik Islam itu, untuk pertama kalinya
orang-orang Kristen pada periode ini mulai mengambil inisiatif penyerangan.
Meskipun kehidupan politik tidak stabil, namun kehidupan intelektual terus
berkembang pada periode ini. Istana-istana mendorong para sarjana dan sastrawan
untuk mendapatkan perlindungan dari satu istana ke istana lain.[14]
- Periode Kelima (1086-1248 M)
Pada periode ini Spanyol Islam meskipun
masih terpecah dalam beberapa negara, tetapi terdapat satu kekuatan yang
dominan, yaitu kekuasaan dinasti Murabithun (1086-1143 M) dan dinasti
Muwahhidun (1146-1235 M). Dinasti Murabithun pada mulanya adalah sebuah gerakan
agama yang didirikan oleh Yusuf ibn Tasyfin di Afrika Utara. Pada tahun 1062 M
ia berhasil mendirikan sebuah kerajaan yang berpusat di Marakesy. Pada masa
dinasti Murabithun, Saragosa jatuh ke tangan Kristen, tepatnya tahun 1118 M.
Dinasti Muwahhidun didirikan oleh
Muhammad ibn Tumazi (w.1128). Dinasti ini datang ke Spanyol di bawah pimpinan
Abd al-Mun’im. Pada tahun 1212 M, tentara Kristen memperoleh kemenangan besar
di Las Navas de Tolesa. Kekalahan-kekalahan yang dialami Muwahhhidun
menyebabkan penguasanya memilih meninggalkan Spanyol dan kembali ke Afrika
Utara pada tahun 1235 M. Tahun 1238 M Cordova jatuh ke tangan penguasa Kristen
dan Seville jatuh pada tahun 1248 M. Seluruh Spanyol kecuali Granada lepas dari
kekuasaan Islam.
- Periode Keenam (1248-1492 M)
Pada Periode ini, Islam hanya
berkuasa di daerah Granada, di bawah dinasti Bani Ahmar (1232-1492). Peradaban
kembali mengalami kemajuan seperti di zaman Abdurrahman An-Nasir. Kekuasaan
Islam yang merupakan pertahanan terakhir di Spanyol ini berakhir karena
perselisihan orang-orang istana dalam perebutan kekuasaan. Abu Abdullah Muhammad
merasa tidak senang kepada ayahnya karena menunjuk anaknya yang lain sebagai
penggantinya menjadi raja. Dia memberontak dan berusaha merampas kekuasaannya.
Dalam pemberontakan itu, ayahnya terbunuh dan digantikan oleh Muhammad ibn
Sa’ad. Abu Abdullah kemudian meminta bantuan kepada Ferdinand dan Isabella
untuk menjatuhkannya. Dua penguasa Kristen ini dapat mengalahkan penguasa yang
sah dan Abu Abdullah naik tahta. Tentu saja, Ferdinand dan Isabella yang
mempersatukan kedua kerajaan besar Kristen melalui perkawinan itu tidak cukup
puas. Keduanya ingin merebut kekuasaan terakhir umat Islam di Spanyol. Abu
Abdullah tidak kuasa menahan serangan-serangan orang Kristen tersebut dan pada
akhirnya mengaku kalah. Ia menyerahkan kekuasaan kepada Ferdinand dan Isabella,
kemudian hijrah ke Afrika Utara. Dengan demikian berakhirlah kekuasaan Islam di
Spanyol tahun 1492 M. Umat Islam setelah itu dihadapkan kepada dua pilihan,
masuk Kristen atau pergi meninggalkan Spanyol. Pada tahun 1609 M, boleh
dikatakan tidak ada lagi umat Islam di daerah ini.[15]
KESIMPULAN
- Islam masuk ke Spanyol (Cordoba) pada
tahun 93 H (711 M) melalui jalur Afrika Utara di bawah pimpinan Tariq bin
Ziyad yang memimpin angkatan perang Islam untuk membuka Andalusia
- Dalam proses penaklukan Spanyol terdapat
tiga pahlawan Islam yang dapat dikatakan paling berjasa memimpin
satuan-satuan pasukan ke sana. Mereka adalah Tharif ibn Malik, Thariq ibn
Ziyad, dan Musa ibn Nushair.
3.
Kemenangan-kemenangan yang
dicapai umat Islam nampak begitu mudah. Hal itu tidak dapat dipisahkan dari
adanya faktor eksternal (kondisi dalam negeri Spanyol) dan internal (gejolak
penguasa Spanyol).
- Perkembangan Islam di Eropa terbagi
menjadi 6 periode.
DAFTAR PUSTAKA
Siti Maryam, dkk., Sejarah Peradaban Islam: Dari masa Klasik hingga
Modern. Yogyakarta: LESFI, 2004.
Suwito, Sejarah Sosial Pendidikan Islam, Jakarta:
Kencana. 2005.
Philip K. Hitti, History of the Arab, Jakarta: Serambi Ilmu,
2005.
Sulasman, dkk.,Sejarah Islam di Asia dan Eropa, Bandung: Pustaka Setia, 2013.
Mahmudunnasir, Islam Konsepsi dan Sejarahnya, Bandung: Rosda Karya,
2005.
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam: Dirasah Islamiyah II,
Jakarta: Rajawali Pers, 2004.
[1]Siti
Maryam, dkk., Sejarah Peradaban Islam: Dari masa Klasik hingga Modern.
Yogyakarta: LESFI, 2004, hlm. 69
[2]Suwito, Sejarah
Sosial Pendidikan Islam, Jakarta: Kencana. 2005, hlm. 110
[3]Philip
K. Hitti, History of the Arab,Jakarta:Serambi Ilmu, 2005, hlm. 628
[5]Philip
K. Hitti, History of the Arab, hlm. 628
[6]Sulasman,
dkk.,Sejarah Islam di Asia dan Eropa, hlm. 244
[7]Mahmudunnasir,
Islam Konsepsi dan Sejarahnya, Bandung: Rosda Karya, 2005), hlm. 242
[8]Badri
Yatim, Sejarah Peradaban Islam: Dirasah Islamiyah II, Jakarta:
Rajawali Pers, 2004, hlm. 96
[9]Suwito,
Sejarah Sosial Pendidikan Islam, hlm. 111
[10]Sulasman,
dkk.,Sejarah Islam di Asia dan Eropa, hlm. 248
[11]Ibid,
249
[12]Badri
Yatim, Sejarah Peradaban Islam, hlm. 96
[13]Philip
K. Hitti, History of the Arab, hlm. 661
[14]Badri
Yatim, Sejarah Peradaban Islam, hlm. 98
[15]Sulasman,
dkk.,Sejarah Islam di Asia dan Eropa, hlm. 251
Tidak ada komentar:
Posting Komentar