Minggu, 08 April 2018

Makalah Hukum Tata Negara tentang Otonomi Daerah


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakanng
            Perancangan otonomi daerah pada tanggal 1 Januari 2001, tentu saja tidak demikian saja memenuhi keinginan daerqah, bahwa dengan otonomi daerah segalanya akan berjalan dengan lancar dan mulus. Keberhasilan otonomi sangat tergantung kepada pemerintahan daerah serta masyarakatnya untuk bekerja keras, terampil, disiplin, dan berperilaku dan atau sesuai dengan nilai, norma dan moral, serta ketentuan peraturan perunfangan yang berlaku dengan memperhatukan prasarana dan sarana serta dana/pembiayaan terbatas secara efisien, efektif dan profesional.
     Realisasi otonomi daerah memakan proses yang panjang yang di dalam proses ini sudah tentu terdapat banyak kendala, hambatan, rintangan, dan halangan dalam pelaksanaannya (implementasinya).
     Isu yang berkembang antara lain tentang pelaksanaan pemerintahan daerah, perimbangan keuangan antara pusat dan daerah, dan kewenangan provinsi, organisasi perngkat daerah, dana perimbangan, serta tata cara pertanggungjawaban kepala daerah.
     Seperti telah dijelaskan di atas pelaksanaan otonomi daerah secara formal telah dimulai paa tanggal 1 Januari 2001. Otonomi daerah telah ikut mewarnai pola pemerintahaan provinsi, kabupaten, dan kota. Isu otonomi daerah dan dapat diidentifikasikan dan di analisis apakah berdampak pada pola pemerintahan daerah, tetapi perlu menentukan isu strategis yang menjadi prioritas untuk segera dapat solusi pemecahan masalah yang bersifat komprehensif.[1]
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud pemerintah daerah?
2.      Apa yang dimaksud otonomi daerah?
3.      Apa visi dari diseleggarakannya otonomi daerah?
4.      Undang-undang apa saja kah yang mengatur otonomi daerah?
5.      Bagaimana sejarah lahirnya pasal 18 pada UUD 1945?
6.      Bagaimana bunyi pasal 18 UUD 1945 pasca amandemen?
7.      Apa saja bagian dan tugas pemerintah daerah yang diatur UU No. 32 Tahun 2004?
C.    Tujuan
      Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah mencoba untuk memberikan informasi kepada rekan-rekan kami pada khususnya dan kepada masyarakat pada umumnya tentang pemerintah daerah dan evaluasi otonomi.














BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Pemerintah Daerah

            Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota yang masing-masing mempunyai pemerintahan daerah.
            Pemerintahan Daerah adalah:
  1. Pemerintahan daerah provinsi yang terdiri atas pemerintah daerah provinsi dan DPRD.
  2. Pemerintahan daerah kabupaten/kota yang terdiri atas pemerintah daerah kabupaten/kota dan DPRD kabupaten/kota.[2]

B.     Pengertian Otonomi Darah

            Otonomi daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Beberapa pemahaman dalam otonomi daerah adalah sebagai berikut:
a.       Pembagian Daerah
Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi dalam daerah provinsi, kabupaten, dan kota yang bersiat otonom. Daerah-daerah otonom masing-masing sendiri dan tidak mempunyai hubungan hierarki satu sama lain. Wilayah daerah provinsi terdiri atas wilayah darat dan wilayah laut, sejauh 12 mil laut, yang diukur dari garis pantai ke arah laut lepas dan/atau ke perairan kepulauan.
b.      Desentralisasi
Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah otonom, dalam rangka NKRI.
c.       Dekonsentrasi
Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang dari pemerintah pusat kepada gubernur sebagai wakil pemerintahan dan atau perangkat pusat di daerah.
d.      Tugas Pembantuan
Tugas Pembantuan adalah keikutsertaan daerah dan desa dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan yang merupakan tanggung jawab pemerintah pusat.[3]
Terdapat beberapa alasan mengapa bangsa Indonesia membutuhkan desentralisasi. Pertama, kehidupan berbangsa dan bernegara selama ini sangat terpusat di Jakarta (Jakarta-sentris). Sementara itu, pembangunan di beberapa wilayah lain cenderung bahkan dijadikan objek “perahan” pemerintah pusat. Kedua, pembagian kekayaan secara tidak adil dan merata. Daerah-daerah yang memiliki sumber kekayaan alam melimpah, seperti Aceh, Riau, Irian Jaya (Papua), Kalimantan, dan Sulawesi, ternyata tidak menerima perolehan dana yang patut dari pemerintah pusat. Ketiga, kesenjangan sosial antara satu daerah dengan daerah lain sangat mencolok.[4]

C.    Visi Otonomi Daerah

            Otonomi daerah sebagai kerangka penyelenggaraan pemerintahan mempunyai visi yang dapat dirumuskan dalam tiga rang lingkup utama yang saling berhubungan satu dengan yang lainnya: Politik, Ekonomi, Sosial, dan Budaya.
            Mengingat otonomi adalah buah dari kebijakan desentralisasi dan demokrasi, karenanya visi otonomi daerah di bidang politik harus dipahami sebagai sebuah proses untuk membuka ruang bagi lahirnya kepala pemerintahan daerah yang dipilih secara demokratis, memungkinkan berlangsungnya penyelenggaraan pemerintah yang responsif terhadap kepentingan masyarakat luas, dan memelihara suatu mekanisme pengambilan keputusan yang taat pada asas pertanggungjawaban publik.
            Selanjutnya, visi otonomi daerah di bidang ekonomi mengandung makna bahwa otonomi daerah di satu pihak harus menjamin lancarnya pelaksanaan kebijakan ekonomi nasional di daerah, di pihak lain mendorong terbukanya peluang bagi pemerintah daerah mengembangkan kebijakan lokal kedaerahan untuk mengoptimalkan pendayagunaan potensi ekonomi di daerahnya. Dalam kerangka ini, otonomi daerah memungkinkan lahirnya berbagai prakarsa  pemerintah daerah untuk menawarkan fasilitas investasi, memudahkan proses perizinan usaha, dan membangun berbagai infrastruktur yang menunjang perputaran ekonomi di daerah.
            Adapun visi otonomi daerah dibidang sosial dan budaya mengandung pengertian bahwa otonomi daerah harus diarahkan pada pengelolaan, penciptaan dan pemeliharaan integrasi dan harmoni sosial. Pada saat yang sama, visi otonimo daerah dibidang sosial dan budaya adalah memelihara dan mengembangkan nilai, tradisi, karya seni, karya cipta, bahasa, dan karya sastra lokal yang dipandang kondusif dalam mendorong masyarakat untuk merespons positif dinamika kehidupan disekitarnya dan kehidupan global. Karenanya, aspek sosial-budaya harus diletakkan secara tepat dan terarah agar kehidupan sosial tetap terjaga secara utuh dan budaya lokal tetap eksis dan keberlanjutan.[5]

D.    Otonomi Daerah Dalam Perundang-undangan di Indonesia

  1. Pasal 18 UUD 1945
  2. UU No. 1 Tahun 1945 tentang Komite Nasional Daerah.
  3. UU No. 1 Tahun 1957 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah.
  4. UU No. 18 Tahun 1965 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah.
  5. UU No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah.
  6. UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah
  7. UU No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah.
  8. UU No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah.
  9. UU No. 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah.
  10. UU No. 12 Tahun 2008 Tentang Perubahan Kedua Atas UU No. 32 Tahun 20032 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah.[6]

E.     Sejarah Lahirnya Pasal 18 UUD 1945

            Apabila ditelaah dari sejarah pembentukan UUD 1945, dapat dikatakan bahwa Muh. Yamin-lah orang pertama yang membahas masalah pemerintahan daerah dalam sidang BPUPKI 29 Mei 1945, Muh. Yamin antara lain mengatakan sebagai berikut:
“Negeri, Desa, dan segala sesuatu persekutuan adat yang dibaharui dengan jalan rasionalisme dan pembaharuan zaman, dijadikan kaki susunan sebagai bagian bawah. Antara bagian atas dan bagian bawah dibentuk bagian tengah sebagai Pemerintahan Daerah untuk menjalankan Pemerintahan Urusan Dalam Pangreh Raja”
            Pada kesempatan itu pula Muh. Yamin melampirkan rancangan sementara perumusan Undang-Undang Dasar yang memuat tentang pemerintahan daerah , yang berbunyi:
“Pembagian daerah Indonesia atas daerah yang besar dan kecil, dengan bentuk susunan pemerintahanya ditetapkan dengan undang-undang, dengan memandang dan mengingat dasar permusyawaratan dalam sistem pemerintahan negara, dan hak-hak asal-ususl dalam daerah-daerah yang bersifat istimewah”.
            Selanjutnya, pemikiran Muh. Yamin mengenai pemerintahan daerah dapat dijumpai lagi dalam pidatonya 11 Juli 1945 di hadapan BPUPKI yang antara lain mengatakan sebagai berikut.
“Pemerintahan dalam Republik ini pertama-tama akan tersusun dari badan-badan masyarakat seperti desa, yaitu susunan pemerintah yang paling bawah, pemerintahan ini saya namakan pemerintahan bawahan”.
“Antara pemerintahan atasan dan pemerintahan bawahan itu adalah pemerintahan baik saya sebut pemerintahan tengahan. Perkara desa barangkali tida perlu saya bicarakan disini, melaikan kita harapkan saja, supaya sifatnya diperbaharui atau disesuaikan dengan keperluan zaman baru”.
“Tetapi yang perlu ditegaskan disini, yaitu bahwa desa-desa, negeri-negeri, warga-warga dan lainya tetaplah menjadi kaki pemerintahan Republik Indonesia. Dan di tengah-tengah pemerintahan atasan dan bawahan, kita pusatkan pemerintah daerah”.
            Seperti halnya Yamin, Soepomo selaku Ketua Panitia Kecil Perancang Undang-Undang Dasar dalam sidang BPUPKI tanggal 15 Juli 1945 juga menyampaikan keterangan yang antara lain mengatakan sebagai berikut:
“Tentang daerah, kita menyetujui bentuk persatuan, unie, oleh karena itu dibawah pemerintahan pusat, dibawah negara tidak ada negara lagi. Tidak ada onderstaat, akan tetap hanya daerah. Bentuknya daerah itu dan bagaimana bentuk pemerintahan daerah, ditetapkan dalam undang-undang. Beginilah bunyi Pasal 16:
“Pembagian daerah Indonesia atas daerah besasr dan kecil dengan bentuk susunan pemerintahanya ditetapkan dalam undang-undang, dengan memandang dan mengingat dasar permusyawaratan dalam sistem pemerintahan negara dan hak-hak asal-usul dalam daerah yang bersifat istimewa”.
            Kemudian, pada 18 Agustus 1945, dihadapan sidang PPKI atas perminttaan Soekarno (selaku Ketua PPKI), Soepomo memberikan penjelasan mengenai rancangan undang-undang dasar yang akan disahkan sebagai Undang-Undang Dasar 1945 Negara Republik Indonesia. Dalam Sidang PPKI Itu, Soepomo Memberi penjelasan tentang pemerintahan daerah sebagai berikut:
“Di bawah pemerintahan pusat ada pemerintahan daerah tentang pemerintahan daerah di sini hanya ada satu pasal, yang berbunyi: pemerintahan daerah diatur dalam undang-undang hanya saja, dasar-dasar yang telah dipakai untuk negara itu juga harus dipakai untuk pemerintahan daerah, artinya pemerintahan daerah harus juga permusyawaratan, dengan lain perkataan harus ada Dewan Perwakilan Rakyat. Dan adanya daerah-daerah istimewah diindahkan dan dihormati, kooti-kooti, sultanat-sultanant tetap ada dan dihormati susunanya yang asli, akan tetapi itu keadaanya sebagai daerah, bukan negara, jangan sampai ada salah paham dalam menghormati adanya daerah...”
            Berdasarkan Pendapat dari dua tokoh perancang UUD 1945 tersebut, dapat disimpulkan bahwa esensi yang terkandung dalam ketentuan pasal 18 UUD 1945 Pertama, adanya daerah otonomi dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah yang didasarkan pada asas desentralisasi. Kedua, satuan pemerintahan tingkat daerah menurut UUD 1945 dalam Penyelenggaraannya dilakukan dengan “memandang dang mengingati dasar perumusyawaratan dalam sistem pemrintahan negara”. Ketiga, pemerintahan tingkat daerah harus disusun dan diselenggarakan dengan “memandang dang mengingati hak-hak asal-usul dalam daerah-daerah yang bersifat istimewa”.
            Pada mulanya, UUD 1945 itu tidak mempunyai penjelasan resmi. Tetapi kemudian oleh Soepomo dirumuskan suatu penjelasan umum dan pasal demi pasal berdasarkan uraian-uraian penjelasannya dalam rapar BPUPKI tanggal 15 Juli 1945.
            Apabila riwayat terjadinya pasal 18 diteliti, ternyata bahwa makna pasal itu menurut beberapa ahli tidak diuraikan secara tepat dalam penjelasan resmi sebagaimana diumumkan dalam Berita Republik Indonesia. Bunyi Penjelas Pasal 18 sebagai berikut.
            “Daerah Indonesia akan dibagi dalam daerah Provinsi, dan daerah provinsi akan dibagi pula dalam daerah yang lebih kecil. Daerah-daerah itu bersifat otonom (street dan locale rechtsgemeenschappen) atau bersifat daerah administrasi belaka....”
            Adanya perintah kepada pembentuk undang-undang dalam menyusun undang-undang tentang desentralisasi teritorial harus “memandang dan mengingat dasar permusyawaratan dalam sistem pemerintahan negara”, menurut ketentuan Pasal 18 UUD 1945 adalah bahwa dasar permusyawaratan juga diadakan pada tingkat daerah.
            Dengan demikian, permusyawaratan/perwakilan tidak hanya terdapat pada pemerintahan tingkat daerah. Dengan kata lain, Pasal 18 UUD 1945 menentukan bahwa pemerintahan daerah dalam susunan daerah besar dan kecil harus dijalankan melalui permusyawaratan atau harus mempunyai badan perwakilan. Dalam susunan kata atau kalimat pasal 18 tidak terdapat keterangan atau petunjuk yang memungkinkan pengecualian dari prinsip atau dasar permusyawaratan perwakilan itu.
            Hatta menafsirkan “dengan memandang dan mengingati dasar permusyawaratan dalam sistem pemerintahan negara, dan hak asal-usul dalam daerah-daerah yang bersifat istimewa”, dengan menyatakan sebagai berikut.
“Bagian kalimat yang akhir ini, dalam undang-undang dasar, menyatakan bahwa hak melakukan pemerintahan sendiri bagi segenap bagian rakyat menjadi sendi kerakyatan Indonesia. Diakui hak tiap-tiap bagian untuk menentukan diri sendiri dalam lingkungan rakyat yang satu, supaya hidup jiwa rakyat seluruhnya dan tersusun tenaga pembangunan masyarakat dalam segala golongan untuk kesejahteraan Republik Indonesia dan kemakmuran penduduknya.”
            Hak melakukan pemerintahan sendiri sebagai sendi kerakyatan dalam sebuah negara kesatuan (eenheidsstaat) tidak lain berarti otonomi, yaitu hak untuk mengatur dan mengurus rumah tangga sendiri. Dengan demikian, makin kuat alasan bahwa pemerintahan dalam susunan daerah besar dan kecil menurut Pasal 18 tidak lain dari pemerintahan yang disusun atas dasar otonomi.[7]

F.     Pasal 18 UUD 1945 Hasil Amandemen

Pasal 18
(1)   Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintaham daerah, yang diatur dengan undang-undang.
(2)   Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.
(3)   Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota memiliki Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang anggota-anggotanya dipilih melalui pemilihan umum.
(4)   Gubernur, Bupati dan Walikota masing-masing sebagai Kepala Pemerintah Daerah Provinsi, Kabupaten dan Kota dipilih secara demokratis.
(5)   Pemerintah daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan Pemerintah Pusat.
(6)   Pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan.
(7)   Susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan daerah diatur dalam undang-undang.
Pasal 18A
(1)    Hubungan wewenang antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan kota atau antara provinsi dan kabupaten dan kota, diatur dengan Undang-undang dengan memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah.
(2)   Hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah diatur dan dilaksanakan secara adil dan selaras berdasarkan undang-undang.
Pasal 18B
(1)   Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan Undang-undang.
(2)   Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat serta hak-hak tradisonalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang.[8]

G.    Pemerintahan Daerah Dalam UU No. 32 Tahun 2004

1)      Pembagian Urusan Pemerintahan

            Pemerintahan daerah menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ini ditentukan menjadi urusan pemerintah.
            Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah sebagaimana maksud, pemerintah daerah menjalani otonomi seluas-luasnya untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan.
            Urusan pemerintahan yang menjadi urusan Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud meliputi :
a.         Politik luar negeri.
b.         Pertahanan.
c.         Keamanan.
d.         Yustisi.
e.         Moneter dan fisikal nasional; dan
f.          Agama.
            Penyelenggaraan urusan pemerintahan dibagi berdasarkan kriteria eksternalitas, akuntabilitas, dan efisiensi dengan memperhatikan keserasian hubungan antarsusunan pemerintahan.
            Urusan pemerintahan yang diserahkan kepada daerah disertai dengan sumber pendanaan, pengalihan sarana dan prasarana, serta kepegawaian sesuai dengan urusan yang didesentralisasikan.
            Urusan pemerintah yanbg dilimpahkan kepada Gubernur disertai dengan pendanaan sesuai dengan urusan yang didekonsentrasikan.
            Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah provinsi merupakan urusan dalam skala provinsi yang meliputi :
a.       Perencanaan dan pengendalian pembangunan;
b.      Perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang;
c.       Penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat;
d.      Penyediaan sarana dan prasarana umum;
e.       Penanganan bidang kesehatan;
f.        Penyelenggaraan pendidikan dan alokasi sumber daya manusia potensial;
g.      Penanggulangan masalah sosial lintas kabupaten/kota;
h.      Pelayanan bidang ketenagakerjaan lintas kabupaten/kota.
            Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah untuk kabupaten/kota merupakan urusan yang berskala kabupaten/kota meliputi :
a.         Perencanaan dan pengendalian pembangunan;
b.         Perencanaa, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang;
c.         Penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat;
d.         Penyediaan sarana dan prasarana umum;
e.         Penanganan bidang kesehatan;
f.          Penyelenggaraan pendidikan;
g.         Penanggulangan masalah sosial;
h.         Pelayanan bidang ketenagakerjaan.
            Hubungan dalam bidang pelayanan umum antara Pemerintah Pusat dan pemerintahan daerah meliputi:
a.         Kewenangan, tanggung jawab, dan penentuan standar pelayanan minimal;
b.         Pengalokasian pendanaan pelayanan umum yang menjadi kewenangan daerah;
c.         Fasilitasi pelaksanaan kerja sama antar pemerintahan daerah dalam penyelenggaraan pelayanan umum.
2)      Penyelenggaraan Pemerintah
            Penyelenggaraan pemerintahan adalam Presiden dibantu oleh 1 ( satu) orang wakil Presiden, dan oleh menteri negara.
            Penyelenggaraan pemerintahan daerah adalah pemerintah daerah dan DPRD.
            Penyelenggaraan pemerintahan berpedoman pada Asas Umum Penyelenggaraan Negara yang terdiri atas:
a.       Asas kepastian hukum;
b.      Asas tertib penyelenggara negara;
c.       Asas kepentingan umum;
d.      Asas keterbukaan;
e.       Asas proporsionalitas;
f.        Asas profesionalitas;
g.      Asas akuntanbilitas;
h.      Asas efisiensi;
i.        Asas efektivitas.
            Dalam menyelenggaraan pemerintahan, Pemerintah menggunakan asas desentralisasi, tugas pembantuan, dan dekonsentrasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
            Dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, pemerintah daerah menggunakan asas otonomi dan tugas pembantuan.

3)      Hak dan Kewajiban Daerah
Dalam menyelenggarakan otonomi, daerah mempunyai hak :
a.       Mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya;
b.      Memilih pemimpin daerah;
c.       Mengelola apartur daerah;
d.      Mengelola kekayaan daerah;
e.       Memungut pajak daerah dan retribusi daerah;
f.        Mendapatkan bagi hasil dan pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya lainnya yang berada di daerah;
g.      Mendapatkan sumber-sumber pendapatan lain yang sah.
Dalam menyelenggarakan otonomi, daerah mempunyai kewajiban :
a.       Melindungi masyarakat, menjaga persatuan, kesatuan dan kerukunan nasional, serta keutuhan Negara aKesatuan Republik Indonesia;
b.      Meningkatkan kehidupan demokrasi;
c.       Mengembangkan kualitas kehidupan masyarakat;
d.      Mewujudkan keadilan dan pemerataan;
e.       Meningkatkan pelayanan dasar pendidikan;
f.        Menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan;
g.      Menyediakan fasilitas sosial dan fasilitas umum yang layak;
h.      Mengembangkan sistem jaminan sosial;
i.        Menyusun perencanaan dan tata ruang di daerah;
j.        Mengembangkan sumber daya produktif di daerah;
k.      Melestarikan lingkungan hidup;
l.        Mengelola administrasi kependudukan;
m.    Melestarikan nilai sosial budaya.
4)      Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah
            Setiap daerah dipimpin oleh kepala pemerintahan daerah yang disebut kepala daerah.
            Kepala Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk provinsi disebut Gubernur, untuk kabupaten disebut Bupati, dan untuk kota disebut Walikota.
            Kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibantu oleh satu orang wakil kepala daerah.
            Wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) untuk provinsi disebut Wakil Gubernur, untuk kabupaten disebut Wakil Bupati dan untuk walikota disebut Wakil Walikota.
            Kepala daerah dan wakil kepala daerah sebagaimana dimasksud dipilih dalam satu pasangan daerah secara langsung oleh rakyat di daerah yang bersangkutan.
5)      Tugas dan Wewenang serta Kewajiban Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah
Kepala daerah mempunyai tugas dan wewenang:
a.       Mempimpin penyelenggaraan pemerintahan daerah berdasarkan kebijakan yang ditetapkan bersama DPRD;
b.      Mengajukan rancangan Perda;
c.       Menetapkan Perda yang telah mendapat persetujuan bersama DPRD;
d.      Menyusun dan mengajukan rancangan Perda tentang APBD kepada DPRD untuk dibahas dan ditetapkan bersama;
e.       Mengupayakan terlaksananya kewajiban daerah;
f.        Mewakili daerahnya di dalam dan di luar pengadilan.
Wakil kepala daerah mempunyai tugas :
a.       Membantu kepala daerah dalam menyelenggarakan pemerintahan daerah;
b.      Membantu kepala daerah dalam mengkoordinasikan kegiatan instansi vertikal di daerah, menindaklanjuti laporan dan/atau temuan hasil pengawasan aparat pengawasan, melaksanakan pemberdayaan perempuan dan pemuda, serta mengupayakan pengembangan dan pelestarian sosial budaya dan lingkungan hidup;
c.       Memantau dan mengevaluasi penyelenggaraan pemerintahan kabupaten dan kota bagi wakil kepala daerah provinsi;
d.      Memantau dan mengevaluasi penyelenggaraan pemerintahan di wilayah kecamatan, kelurahan dan/atau desa bagi wakil kepala daerah kabupaten/kota.
6)      Larangan bagi Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah
Kepala daerah dan wakil kepala daerah dilarang :
a.       Membuat keputusan yang secara khusus memberikan keuntungan bagi diri, anggota keluarga, kroni, golongan tertentu, atau kelompok politiknya yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, merugikan kepentingan umum, dan meresahkan sekelompok masyarakat atau mendiskriminasikan warga negara atau golongan masyarakat lain.
b.      Turut serta dalam suatu perusahaan, baik milik swasta maupun milik negara atau dalam yayasan bidang apapun.
c.       Melakukan pekerjaan lain yang memberikan keuntungan bagi dirinya, baik secara langsung maupun tidak langsung, yang berhubungan dengan daerah yang bersangkutan;
d.      Melakukan korupsi, kolusi, nepotisme, dan menerima uang, barang dan/atau jasa dari pihak lain yang mempengaruhi keputusan atau tindakan yang akan dilakukannya;
e.       Menjadi advokat atau kuasa hukum dalam suatu perkara di pengadilan.
7)      Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah
(1)   Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah berhenti karena :
a.       Meninggal dunia;
b.      Permintaan sendiri;
c.       Diberhentikan
(2)   Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud diatas diberhentikan karena :
a.       Berakhir masa jabatannya dan telah dilantik pejabat yang baru;
b.      Tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap secara bertutur-turut selama 6 bulan;
c.       Tidak lagi memeuhi syarat sebagai kepala daerah dan wakil kepala daerah;
d.      Dinyatakan melanggar sumpah/janji jabatan kepala daerah atau wakil kepala daerah;
e.       Tidak melaksanakan kewajiban kepala daerah atau wakil kepala daerah;
f.        Melanggar larangan bagi kepala daerah atau wakil kepala daerah.
8)      Tugas Gubernur sebagai Wakil Pemerintah
            Gubernur yang karena jabatannya berkedudukan juga sebagi wakil Pemerintah di wilayah provinsi yang bersangkutan.
            Dalam keudukannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) , Gubernur bertanggung jawab kepada Presiden.
            Gubernur dalam kedudukannya sebagaimana dimaksud di atas memiliki tugas dan wewenang :
a.       Pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pemerintahan daerah kabupaten/kota;
b.      Koordinasi penyelenggaran ursan Pemerintahan di daerah provinsi dan kabupaten/kota;
c.       Koordinasi pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan tugas pembantuan di daerah provinsi dan kabupaten/kota.
9)      Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
a.       Umum
Ketentuan tentang DPRD sepanjang tidak diatur dalam Undang-undang ini berlaku ketentuan Undang-undang tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD, dan DPRD.
b.      Kedudukan dan fungsi
DPRD merupakan lembaga perwakilan rakyat daerah dan berkedudukan sebagai unsur penyelenggaraan pemerintahan daerah.
DPRD memiliki fungsi legislasi, anggaran, dan pengawasan.
DPRD  mempunyai tugas dan wewenang :
a.       Membentuk Perda yang dibahas dengan kepala daerah untuk mendapat persetujuan bersama;
b.      Membahas dan menyetujui rancangan Perda tentang APBD bersama dengan kepala daerah;
c.       Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan Perda dan peraturan perundang-undangan lainnya, peraturan kepala daerah, APBD, kebijakan pemerintah daerah dalam melaksanakan program pembangunan daerah, dan kerja sama internasional di daerah;
d.      Mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian kepala daerah/ wakil kepala daerah kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri bagi DPRD provinsi dan kepada Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur bagi DPRD kabupaten/kota;
e.       Memilih wakil kepala daerah dan pertimbangan daerah kepada pemerintah daerah terhadap rencana perjanjian internasional di daerah;
f.        Memberikan persetujuan terhadap rencana kerja sama internasional yang dilakukan oleh pemerintah daerah;
g.      Meminta laporan keterangan pertanggungjawaban kepala daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah.
10)  Hak dan Kewajiban
DPRD mempunyai hak :
a.       Interpelasi;
b.      Angket;
c.       Menyatakan pendapat.
Anggota DPRD mempunyai hak :
a.       Mengajukan rancangan Perda;
b.      Mengajukan pertanyaan
c.       Menyampaikan usul dan pendapat;
d.      Memilih dan dipilih;
e.       Membela diri;
f.        Imunitas;
g.      Protokoler;
h.      Keuangan administratif.
            Kedudukan protokoler dan keuangan pimpinan dan anggota DPR diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Anggota DPR mempunyai kewajiban :
a.       Mengamalkan Pancasila, melaksanakan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan menaati segala peraturan perundang-undangan;
b.      Melaksanakan kehidupan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah;
c.       Mempertahankan dan memelihara kerukunan nasional serta keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
d.      Memperjuangkan peningkatan kesejahteraan rakyat di daerah;
e.       Menyerap, menampung, menghimpun, dan menindak lanjuti aspirasi masyarakat;
f.        Mendahulukan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi, kelompok dan golongan.
11)  Alat Kelengkapan DPRD terdiri atas :
a.       Pimpinan;
b.      Komisi;
c.       Panitia musyawarah;
d.      Panitia anggaran;
e.       Badan Kehormatan.[9]
BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan

DAFTAR PUSTAKA

Dwiyatmi, Sri Harini. 2006. Pengantar Hukum Indonesia. Bogor: Ghalia Indonesia.
Huda, Ni’matul. 2015. Hukum Tatanegara Indonesia. Depok: Rajagrafindo Persada.
Kansil, C.S.T. 2008. Hukum Tatanegara Republik Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.
Redaksi Sinar Grafika.  2016. UUD 1945 Hasil Amandemen & Proses Amandemen UUD 1945 Secara Lengkap. Jakarta: Sinar Grafika.
Soemantri, Sri. 2014. Otonomi Daerah. Bandung: Rosda Karya.
Ubaedillah, A. 2012. Pendidikan Kewarganegaraan: Demokrasi, Hak Asasi Manusia, dan Masyarakat Madani. Jakarta: Kencana.
Widjaja, HAW. 2005. Penyelenggaraan Otonomi di Indonesia. Jakarta: Rajagrafindo Persada.


                [1] HAW Widjaja, Penyelenggaraan Otonomi di Indonesia, (Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2005), h.23-24.
                [2] C.S.T Kansil, Hukum Tatanegara Republik Indonesia, cet.VIII, (Jakarta: Rineka Cipta, 2008), h.130.
                [3] Sri Harini Dwiyatmi, Pengantar Hukum Indonesia, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2006), h.135-136.
                [4] A. Ubaedillah, Pendidikan Kewarganegaraan: Demokrasi, Hak Asasi Manusia, dan Masyarakat Madani, cet.XI, (Jakarta: Kencana, 2012), h. 176.
                [5] Ibid, h. 179.
                [6] Sri Soemantri, Otonomi Daerah, (Bandung: Rosda Karya, 2014)
                [7]Ni’matul Huda, Hukum Tatanegara Indonesia, cet.X, (Depok: Rajagrafindo Persada, 2015), h. 301-307
                [8] Redaksi Sinar Grafika, UUD 1945 Hasil Amandemen & Proses Amandemen UUD 1945 Secara Lengkap, cet.XII, (Jakarta: Sinar Grafika, 2016), h. 11-12.
                [9] C.S.T Kansil, Hukum Tatanegara Republik Indonesia, h. 131-137

Tidak ada komentar:

Posting Komentar