BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakanng
Perancangan otonomi daerah pada
tanggal 1 Januari 2001, tentu saja tidak demikian saja memenuhi keinginan
daerqah, bahwa dengan otonomi daerah segalanya akan berjalan dengan lancar dan
mulus. Keberhasilan otonomi sangat tergantung kepada pemerintahan daerah serta
masyarakatnya untuk bekerja keras, terampil, disiplin, dan berperilaku dan atau
sesuai dengan nilai, norma dan moral, serta ketentuan peraturan perunfangan
yang berlaku dengan memperhatukan prasarana dan sarana serta dana/pembiayaan
terbatas secara efisien, efektif dan profesional.
Realisasi otonomi daerah memakan proses
yang panjang yang di dalam proses ini sudah tentu terdapat banyak kendala,
hambatan, rintangan, dan halangan dalam pelaksanaannya (implementasinya).
Isu yang berkembang antara lain tentang
pelaksanaan pemerintahan daerah, perimbangan keuangan antara pusat dan daerah,
dan kewenangan provinsi, organisasi perngkat daerah, dana perimbangan, serta
tata cara pertanggungjawaban kepala daerah.
Seperti telah dijelaskan di atas
pelaksanaan otonomi daerah secara formal telah dimulai paa tanggal 1 Januari
2001. Otonomi daerah telah ikut mewarnai pola pemerintahaan provinsi,
kabupaten, dan kota. Isu otonomi daerah dan dapat diidentifikasikan dan di
analisis apakah berdampak pada pola pemerintahan daerah, tetapi perlu
menentukan isu strategis yang menjadi prioritas untuk segera dapat solusi
pemecahan masalah yang bersifat komprehensif.[1]
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa
yang dimaksud pemerintah daerah?
2.
Apa
yang dimaksud otonomi daerah?
3.
Apa
visi dari diseleggarakannya otonomi daerah?
4.
Undang-undang
apa saja kah yang mengatur otonomi daerah?
5.
Bagaimana
sejarah lahirnya pasal 18 pada UUD 1945?
6.
Bagaimana
bunyi pasal 18 UUD 1945 pasca amandemen?
7.
Apa
saja bagian dan tugas pemerintah daerah yang diatur UU No. 32 Tahun 2004?
C.
Tujuan
Adapun tujuan dari
penulisan makalah ini adalah mencoba untuk memberikan informasi kepada
rekan-rekan kami pada khususnya dan kepada masyarakat pada umumnya tentang pemerintah
daerah dan evaluasi otonomi.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pemerintah
Daerah
Negara Kesatuan
Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu
dibagi atas kabupaten dan kota yang masing-masing mempunyai pemerintahan
daerah.
Pemerintahan
Daerah adalah:
- Pemerintahan daerah provinsi yang terdiri
atas pemerintah daerah provinsi dan DPRD.
- Pemerintahan daerah kabupaten/kota yang
terdiri atas pemerintah daerah kabupaten/kota dan DPRD kabupaten/kota.[2]
B. Pengertian Otonomi Darah
Otonomi
daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan
masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Beberapa
pemahaman dalam otonomi daerah adalah sebagai berikut:
a.
Pembagian Daerah
Wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi dalam daerah provinsi, kabupaten, dan
kota yang bersiat otonom. Daerah-daerah otonom masing-masing sendiri dan tidak
mempunyai hubungan hierarki satu sama lain. Wilayah daerah provinsi terdiri
atas wilayah darat dan wilayah laut, sejauh 12 mil laut, yang diukur dari garis
pantai ke arah laut lepas dan/atau ke perairan kepulauan.
b.
Desentralisasi
Desentralisasi
adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada pemerintah
daerah otonom, dalam rangka NKRI.
c.
Dekonsentrasi
Dekonsentrasi
adalah pelimpahan wewenang dari pemerintah pusat kepada gubernur sebagai wakil
pemerintahan dan atau perangkat pusat di daerah.
d.
Tugas Pembantuan
Tugas
Pembantuan adalah keikutsertaan daerah dan desa dalam menyelenggarakan urusan
pemerintahan yang merupakan tanggung jawab pemerintah pusat.[3]
Terdapat beberapa alasan mengapa bangsa Indonesia
membutuhkan desentralisasi. Pertama, kehidupan berbangsa dan bernegara
selama ini sangat terpusat di Jakarta (Jakarta-sentris). Sementara itu,
pembangunan di beberapa wilayah lain cenderung bahkan dijadikan objek “perahan”
pemerintah pusat. Kedua, pembagian kekayaan secara tidak adil dan
merata. Daerah-daerah yang memiliki sumber kekayaan alam melimpah, seperti
Aceh, Riau, Irian Jaya (Papua), Kalimantan, dan Sulawesi, ternyata tidak
menerima perolehan dana yang patut dari pemerintah pusat. Ketiga, kesenjangan
sosial antara satu daerah dengan daerah lain sangat mencolok.[4]
C. Visi Otonomi Daerah
Otonomi daerah
sebagai kerangka penyelenggaraan pemerintahan mempunyai visi yang dapat
dirumuskan dalam tiga rang lingkup utama yang saling berhubungan satu dengan
yang lainnya: Politik, Ekonomi, Sosial, dan Budaya.
Mengingat otonomi
adalah buah dari kebijakan desentralisasi dan demokrasi, karenanya visi otonomi
daerah di bidang politik harus dipahami sebagai sebuah proses untuk membuka
ruang bagi lahirnya kepala pemerintahan daerah yang dipilih secara demokratis,
memungkinkan berlangsungnya penyelenggaraan pemerintah yang responsif terhadap
kepentingan masyarakat luas, dan memelihara suatu mekanisme pengambilan
keputusan yang taat pada asas pertanggungjawaban publik.
Selanjutnya, visi
otonomi daerah di bidang ekonomi mengandung makna bahwa otonomi daerah di satu
pihak harus menjamin lancarnya pelaksanaan kebijakan ekonomi nasional di
daerah, di pihak lain mendorong terbukanya peluang bagi pemerintah daerah
mengembangkan kebijakan lokal kedaerahan untuk mengoptimalkan pendayagunaan
potensi ekonomi di daerahnya. Dalam kerangka ini, otonomi daerah memungkinkan
lahirnya berbagai prakarsa pemerintah
daerah untuk menawarkan fasilitas investasi, memudahkan proses perizinan usaha,
dan membangun berbagai infrastruktur yang menunjang perputaran ekonomi di
daerah.
Adapun visi
otonomi daerah dibidang sosial dan budaya mengandung pengertian bahwa otonomi
daerah harus diarahkan pada pengelolaan, penciptaan dan pemeliharaan integrasi
dan harmoni sosial. Pada saat yang sama, visi otonimo daerah dibidang sosial
dan budaya adalah memelihara dan mengembangkan nilai, tradisi, karya seni,
karya cipta, bahasa, dan karya sastra lokal yang dipandang kondusif dalam
mendorong masyarakat untuk merespons positif dinamika kehidupan disekitarnya
dan kehidupan global. Karenanya, aspek sosial-budaya harus diletakkan secara
tepat dan terarah agar kehidupan sosial tetap terjaga secara utuh dan budaya
lokal tetap eksis dan keberlanjutan.[5]
D. Otonomi Daerah Dalam
Perundang-undangan di Indonesia
- Pasal
18 UUD 1945
- UU
No. 1 Tahun 1945 tentang Komite Nasional Daerah.
- UU
No. 1 Tahun 1957 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah.
- UU
No. 18 Tahun 1965 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah.
- UU
No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah.
- UU
No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah
- UU
No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan
Daerah.
- UU
No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah.
- UU
No. 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan
Daerah.
- UU
No. 12 Tahun 2008 Tentang Perubahan Kedua Atas UU No. 32 Tahun 20032 Tahun
2004 Tentang Pemerintahan Daerah.[6]
E. Sejarah Lahirnya Pasal 18
UUD 1945
Apabila ditelaah dari sejarah
pembentukan UUD 1945, dapat dikatakan bahwa Muh. Yamin-lah orang pertama yang
membahas masalah pemerintahan daerah dalam sidang BPUPKI 29 Mei 1945, Muh.
Yamin antara lain mengatakan sebagai berikut:
“Negeri,
Desa, dan segala sesuatu persekutuan adat yang dibaharui dengan jalan
rasionalisme dan pembaharuan zaman, dijadikan kaki susunan sebagai bagian
bawah. Antara bagian atas dan bagian bawah dibentuk bagian tengah sebagai
Pemerintahan Daerah untuk menjalankan Pemerintahan Urusan Dalam Pangreh Raja”
Pada kesempatan itu pula Muh. Yamin
melampirkan rancangan sementara perumusan Undang-Undang Dasar yang memuat
tentang pemerintahan daerah , yang berbunyi:
“Pembagian
daerah Indonesia atas daerah yang besar dan kecil, dengan bentuk susunan
pemerintahanya ditetapkan dengan undang-undang, dengan memandang dan mengingat
dasar permusyawaratan dalam sistem pemerintahan negara, dan hak-hak asal-ususl
dalam daerah-daerah yang bersifat istimewah”.
Selanjutnya, pemikiran Muh. Yamin
mengenai pemerintahan daerah dapat dijumpai lagi dalam pidatonya 11 Juli 1945
di hadapan BPUPKI yang antara lain mengatakan sebagai berikut.
“Pemerintahan
dalam Republik ini pertama-tama akan tersusun dari badan-badan masyarakat
seperti desa, yaitu susunan pemerintah yang paling bawah, pemerintahan ini saya
namakan pemerintahan bawahan”.
“Antara pemerintahan atasan dan pemerintahan bawahan itu
adalah pemerintahan baik saya sebut pemerintahan tengahan. Perkara desa
barangkali tida perlu saya bicarakan disini, melaikan kita harapkan saja,
supaya sifatnya diperbaharui atau disesuaikan dengan keperluan zaman baru”.
“Tetapi yang perlu ditegaskan disini, yaitu bahwa
desa-desa, negeri-negeri, warga-warga dan lainya tetaplah menjadi kaki
pemerintahan Republik Indonesia. Dan di tengah-tengah pemerintahan atasan dan
bawahan, kita pusatkan pemerintah daerah”.
Seperti halnya Yamin, Soepomo selaku
Ketua Panitia Kecil Perancang Undang-Undang Dasar dalam sidang BPUPKI tanggal
15 Juli 1945 juga menyampaikan keterangan yang antara lain mengatakan sebagai
berikut:
“Tentang
daerah, kita menyetujui bentuk persatuan, unie, oleh karena itu dibawah
pemerintahan pusat, dibawah negara tidak ada negara lagi. Tidak ada onderstaat,
akan tetap hanya daerah. Bentuknya daerah itu dan bagaimana bentuk pemerintahan
daerah, ditetapkan dalam undang-undang. Beginilah bunyi Pasal
16:
“Pembagian daerah Indonesia atas daerah besasr dan kecil
dengan bentuk susunan pemerintahanya ditetapkan dalam undang-undang, dengan
memandang dan mengingat dasar permusyawaratan dalam sistem pemerintahan negara
dan hak-hak asal-usul dalam daerah yang bersifat istimewa”.
Kemudian, pada 18 Agustus 1945,
dihadapan sidang PPKI atas perminttaan Soekarno (selaku Ketua PPKI), Soepomo
memberikan penjelasan mengenai rancangan undang-undang dasar yang akan disahkan
sebagai Undang-Undang Dasar 1945 Negara Republik Indonesia. Dalam Sidang PPKI
Itu, Soepomo Memberi penjelasan tentang pemerintahan daerah sebagai berikut:
“Di bawah pemerintahan pusat ada pemerintahan daerah
tentang pemerintahan daerah di sini hanya ada satu pasal, yang berbunyi:
pemerintahan daerah diatur dalam undang-undang hanya saja, dasar-dasar yang
telah dipakai untuk negara itu juga harus dipakai untuk pemerintahan daerah,
artinya pemerintahan daerah harus juga permusyawaratan, dengan lain perkataan
harus ada Dewan Perwakilan Rakyat. Dan adanya daerah-daerah istimewah
diindahkan dan dihormati, kooti-kooti, sultanat-sultanant tetap ada dan
dihormati susunanya yang asli, akan tetapi itu keadaanya sebagai daerah, bukan
negara, jangan sampai ada salah paham dalam menghormati adanya daerah...”
Berdasarkan Pendapat dari dua tokoh
perancang UUD 1945 tersebut, dapat disimpulkan bahwa esensi yang terkandung
dalam ketentuan pasal 18 UUD 1945 Pertama, adanya daerah otonomi dalam
penyelenggaraan pemerintahan daerah yang didasarkan pada asas desentralisasi. Kedua,
satuan pemerintahan tingkat daerah menurut UUD 1945 dalam Penyelenggaraannya
dilakukan dengan “memandang dang mengingati dasar perumusyawaratan dalam
sistem pemrintahan negara”. Ketiga, pemerintahan tingkat daerah
harus disusun dan diselenggarakan dengan “memandang dang mengingati hak-hak
asal-usul dalam daerah-daerah yang bersifat istimewa”.
Pada
mulanya, UUD 1945 itu tidak mempunyai penjelasan resmi. Tetapi kemudian oleh
Soepomo dirumuskan suatu penjelasan umum dan pasal demi pasal berdasarkan
uraian-uraian penjelasannya dalam rapar BPUPKI tanggal 15 Juli 1945.
Apabila riwayat terjadinya pasal 18
diteliti, ternyata bahwa makna pasal itu menurut beberapa ahli tidak diuraikan
secara tepat dalam penjelasan resmi sebagaimana diumumkan dalam Berita Republik
Indonesia. Bunyi Penjelas Pasal 18 sebagai berikut.
“Daerah Indonesia akan dibagi dalam
daerah Provinsi, dan daerah provinsi akan dibagi pula dalam daerah yang lebih
kecil. Daerah-daerah itu bersifat otonom (street
dan locale rechtsgemeenschappen) atau bersifat daerah administrasi
belaka....”
Adanya
perintah kepada pembentuk undang-undang dalam menyusun undang-undang tentang
desentralisasi teritorial harus “memandang dan mengingat dasar permusyawaratan
dalam sistem pemerintahan negara”, menurut ketentuan Pasal 18 UUD 1945 adalah
bahwa dasar permusyawaratan juga diadakan pada tingkat daerah.
Dengan demikian, permusyawaratan/perwakilan
tidak hanya terdapat pada pemerintahan tingkat daerah. Dengan kata lain, Pasal
18 UUD 1945 menentukan bahwa pemerintahan daerah dalam susunan daerah besar dan
kecil harus dijalankan melalui permusyawaratan atau harus mempunyai badan
perwakilan. Dalam susunan kata atau kalimat pasal 18 tidak terdapat keterangan
atau petunjuk yang memungkinkan pengecualian dari prinsip atau dasar
permusyawaratan perwakilan itu.
Hatta menafsirkan “dengan memandang
dan mengingati dasar permusyawaratan dalam sistem pemerintahan negara, dan hak
asal-usul dalam daerah-daerah yang bersifat istimewa”, dengan menyatakan
sebagai berikut.
“Bagian kalimat yang akhir ini, dalam undang-undang
dasar, menyatakan bahwa hak melakukan pemerintahan sendiri bagi segenap bagian
rakyat menjadi sendi kerakyatan Indonesia. Diakui hak tiap-tiap bagian untuk
menentukan diri sendiri dalam lingkungan rakyat yang satu, supaya hidup jiwa
rakyat seluruhnya dan tersusun tenaga pembangunan masyarakat dalam segala
golongan untuk kesejahteraan Republik Indonesia dan kemakmuran penduduknya.”
Hak melakukan pemerintahan sendiri
sebagai sendi kerakyatan dalam sebuah negara kesatuan (eenheidsstaat) tidak
lain berarti otonomi, yaitu hak untuk mengatur dan mengurus rumah tangga
sendiri. Dengan demikian, makin kuat alasan bahwa pemerintahan dalam susunan
daerah besar dan kecil menurut Pasal 18 tidak lain dari pemerintahan yang
disusun atas dasar otonomi.[7]
F. Pasal 18 UUD 1945 Hasil Amandemen
Pasal 18
(1)
Negara
Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah
provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi,
kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintaham daerah, yang diatur dengan
undang-undang.
(2)
Pemerintahan
daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus sendiri
urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.
(3)
Pemerintahan
daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota memiliki Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah yang anggota-anggotanya dipilih melalui pemilihan umum.
(4)
Gubernur,
Bupati dan Walikota masing-masing sebagai Kepala Pemerintah Daerah Provinsi,
Kabupaten dan Kota dipilih secara demokratis.
(5)
Pemerintah
daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang
oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan Pemerintah Pusat.
(6)
Pemerintahan
daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain untuk
melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan.
(7)
Susunan
dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan daerah diatur dalam undang-undang.
Pasal 18A
(1)
Hubungan wewenang antara pemerintah pusat dan
pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan kota atau antara provinsi dan
kabupaten dan kota, diatur dengan Undang-undang dengan memperhatikan kekhususan
dan keragaman daerah.
(2)
Hubungan
keuangan, pelayanan umum, pemanfatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya
antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah diatur dan dilaksanakan secara
adil dan selaras berdasarkan undang-undang.
Pasal 18B
(1)
Negara
mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus
atau bersifat istimewa yang diatur dengan Undang-undang.
(2)
Negara
mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat serta hak-hak
tradisonalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat
dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam
undang-undang.[8]
G. Pemerintahan Daerah Dalam
UU No. 32 Tahun 2004
1) Pembagian Urusan Pemerintahan
Pemerintahan daerah menyelenggarakan urusan pemerintahan
yang menjadi kewenangannya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang
ini ditentukan menjadi urusan pemerintah.
Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi
kewenangan daerah sebagaimana maksud, pemerintah daerah menjalani otonomi
seluas-luasnya untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan
berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan.
Urusan pemerintahan yang menjadi urusan Pemerintah Pusat
sebagaimana dimaksud meliputi :
a.
Politik luar negeri.
b.
Pertahanan.
c.
Keamanan.
d.
Yustisi.
e.
Moneter dan fisikal
nasional; dan
f.
Agama.
Penyelenggaraan urusan pemerintahan dibagi berdasarkan
kriteria eksternalitas, akuntabilitas, dan efisiensi dengan memperhatikan
keserasian hubungan antarsusunan pemerintahan.
Urusan pemerintahan yang diserahkan kepada daerah
disertai dengan sumber pendanaan, pengalihan sarana dan prasarana, serta
kepegawaian sesuai dengan urusan yang didesentralisasikan.
Urusan pemerintah yanbg dilimpahkan kepada Gubernur
disertai dengan pendanaan sesuai dengan urusan yang didekonsentrasikan.
Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah
provinsi merupakan urusan dalam skala provinsi yang meliputi :
a.
Perencanaan dan
pengendalian pembangunan;
b.
Perencanaan, pemanfaatan,
dan pengawasan tata ruang;
c.
Penyelenggaraan
ketertiban umum dan ketentraman masyarakat;
d.
Penyediaan sarana dan
prasarana umum;
e.
Penanganan bidang
kesehatan;
f.
Penyelenggaraan
pendidikan dan alokasi sumber daya manusia potensial;
g.
Penanggulangan masalah
sosial lintas kabupaten/kota;
h.
Pelayanan bidang
ketenagakerjaan lintas kabupaten/kota.
Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah
untuk kabupaten/kota merupakan urusan yang berskala kabupaten/kota meliputi :
a.
Perencanaan dan
pengendalian pembangunan;
b.
Perencanaa, pemanfaatan,
dan pengawasan tata ruang;
c.
Penyelenggaraan
ketertiban umum dan ketentraman masyarakat;
d.
Penyediaan sarana dan
prasarana umum;
e.
Penanganan bidang
kesehatan;
f.
Penyelenggaraan
pendidikan;
g.
Penanggulangan masalah
sosial;
h.
Pelayanan bidang
ketenagakerjaan.
Hubungan dalam bidang pelayanan umum antara Pemerintah
Pusat dan pemerintahan daerah meliputi:
a.
Kewenangan, tanggung
jawab, dan penentuan standar pelayanan minimal;
b.
Pengalokasian pendanaan
pelayanan umum yang menjadi kewenangan daerah;
c.
Fasilitasi pelaksanaan
kerja sama antar pemerintahan daerah dalam penyelenggaraan pelayanan umum.
2)
Penyelenggaraan
Pemerintah
Penyelenggaraan pemerintahan adalam Presiden dibantu oleh
1 ( satu) orang wakil Presiden, dan oleh menteri negara.
Penyelenggaraan pemerintahan daerah adalah pemerintah
daerah dan DPRD.
Penyelenggaraan pemerintahan berpedoman pada Asas Umum
Penyelenggaraan Negara yang terdiri atas:
a.
Asas kepastian hukum;
b.
Asas tertib penyelenggara
negara;
c.
Asas kepentingan umum;
d.
Asas keterbukaan;
e.
Asas proporsionalitas;
f.
Asas profesionalitas;
g.
Asas akuntanbilitas;
h.
Asas efisiensi;
i.
Asas efektivitas.
Dalam menyelenggaraan pemerintahan, Pemerintah
menggunakan asas desentralisasi, tugas pembantuan, dan dekonsentrasi sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
Dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, pemerintah
daerah menggunakan asas otonomi dan tugas pembantuan.
3)
Hak dan Kewajiban Daerah
Dalam menyelenggarakan
otonomi, daerah mempunyai hak :
a.
Mengatur dan mengurus
sendiri urusan pemerintahannya;
b.
Memilih pemimpin daerah;
c.
Mengelola apartur daerah;
d.
Mengelola kekayaan
daerah;
e.
Memungut pajak daerah dan
retribusi daerah;
f.
Mendapatkan bagi hasil
dan pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya lainnya yang berada di daerah;
g.
Mendapatkan sumber-sumber
pendapatan lain yang sah.
Dalam menyelenggarakan otonomi, daerah mempunyai kewajiban :
a.
Melindungi masyarakat,
menjaga persatuan, kesatuan dan kerukunan nasional, serta keutuhan Negara
aKesatuan Republik Indonesia;
b.
Meningkatkan kehidupan
demokrasi;
c.
Mengembangkan kualitas
kehidupan masyarakat;
d.
Mewujudkan keadilan dan
pemerataan;
e.
Meningkatkan pelayanan
dasar pendidikan;
f.
Menyediakan fasilitas
pelayanan kesehatan;
g.
Menyediakan fasilitas
sosial dan fasilitas umum yang layak;
h.
Mengembangkan sistem jaminan
sosial;
i.
Menyusun perencanaan dan
tata ruang di daerah;
j.
Mengembangkan sumber daya
produktif di daerah;
k.
Melestarikan lingkungan
hidup;
l.
Mengelola administrasi
kependudukan;
m.
Melestarikan nilai sosial
budaya.
4)
Kepala Daerah dan Wakil
Kepala Daerah
Setiap daerah dipimpin oleh kepala pemerintahan daerah
yang disebut kepala daerah.
Kepala Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk
provinsi disebut Gubernur, untuk kabupaten disebut Bupati, dan untuk kota
disebut Walikota.
Kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibantu
oleh satu orang wakil kepala daerah.
Wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
untuk provinsi disebut Wakil Gubernur, untuk kabupaten disebut Wakil Bupati dan
untuk walikota disebut Wakil Walikota.
Kepala daerah dan wakil kepala daerah sebagaimana
dimasksud dipilih dalam satu pasangan daerah secara langsung oleh rakyat di
daerah yang bersangkutan.
5)
Tugas dan Wewenang serta
Kewajiban Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah
Kepala daerah mempunyai
tugas dan wewenang:
a.
Mempimpin penyelenggaraan
pemerintahan daerah berdasarkan kebijakan yang ditetapkan bersama DPRD;
b.
Mengajukan rancangan
Perda;
c.
Menetapkan Perda yang
telah mendapat persetujuan bersama DPRD;
d.
Menyusun dan mengajukan
rancangan Perda tentang APBD kepada DPRD untuk dibahas dan ditetapkan bersama;
e.
Mengupayakan
terlaksananya kewajiban daerah;
f.
Mewakili daerahnya di
dalam dan di luar pengadilan.
Wakil kepala daerah
mempunyai tugas :
a.
Membantu kepala daerah
dalam menyelenggarakan pemerintahan daerah;
b.
Membantu kepala daerah
dalam mengkoordinasikan kegiatan instansi vertikal di daerah, menindaklanjuti
laporan dan/atau temuan hasil pengawasan aparat pengawasan, melaksanakan
pemberdayaan perempuan dan pemuda, serta mengupayakan pengembangan dan
pelestarian sosial budaya dan lingkungan hidup;
c.
Memantau dan mengevaluasi
penyelenggaraan pemerintahan kabupaten dan kota bagi wakil kepala daerah
provinsi;
d.
Memantau dan mengevaluasi
penyelenggaraan pemerintahan di wilayah kecamatan, kelurahan dan/atau desa bagi
wakil kepala daerah kabupaten/kota.
6)
Larangan bagi Kepala
Daerah dan Wakil Kepala Daerah
Kepala daerah dan wakil
kepala daerah dilarang :
a.
Membuat keputusan yang
secara khusus memberikan keuntungan bagi diri, anggota keluarga, kroni,
golongan tertentu, atau kelompok politiknya yang bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan, merugikan kepentingan umum, dan meresahkan sekelompok
masyarakat atau mendiskriminasikan warga negara atau golongan masyarakat lain.
b.
Turut serta dalam suatu
perusahaan, baik milik swasta maupun milik negara atau dalam yayasan bidang
apapun.
c.
Melakukan pekerjaan lain
yang memberikan keuntungan bagi dirinya, baik secara langsung maupun tidak
langsung, yang berhubungan dengan daerah yang bersangkutan;
d.
Melakukan korupsi,
kolusi, nepotisme, dan menerima uang, barang dan/atau jasa dari pihak lain yang
mempengaruhi keputusan atau tindakan yang akan dilakukannya;
e.
Menjadi advokat atau
kuasa hukum dalam suatu perkara di pengadilan.
7)
Pemberhentian Kepala
Daerah dan Wakil Kepala Daerah
(1)
Kepala daerah dan/atau
wakil kepala daerah berhenti karena :
a.
Meninggal dunia;
b.
Permintaan sendiri;
c.
Diberhentikan
(2)
Kepala daerah dan/atau
wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud diatas diberhentikan karena :
a.
Berakhir masa jabatannya
dan telah dilantik pejabat yang baru;
b.
Tidak dapat melaksanakan
tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap secara bertutur-turut selama
6 bulan;
c.
Tidak lagi memeuhi syarat
sebagai kepala daerah dan wakil kepala daerah;
d.
Dinyatakan melanggar
sumpah/janji jabatan kepala daerah atau wakil kepala daerah;
e.
Tidak melaksanakan
kewajiban kepala daerah atau wakil kepala daerah;
f.
Melanggar larangan bagi
kepala daerah atau wakil kepala daerah.
8)
Tugas Gubernur sebagai
Wakil Pemerintah
Gubernur yang karena jabatannya berkedudukan juga sebagi
wakil Pemerintah di wilayah provinsi yang bersangkutan.
Dalam keudukannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) , Gubernur
bertanggung jawab kepada Presiden.
Gubernur dalam kedudukannya sebagaimana dimaksud di atas
memiliki tugas dan wewenang :
a.
Pembinaan dan pengawasan
penyelenggaraan pemerintahan daerah kabupaten/kota;
b.
Koordinasi penyelenggaran
ursan Pemerintahan di daerah provinsi dan kabupaten/kota;
c.
Koordinasi pembinaan dan
pengawasan penyelenggaraan tugas pembantuan di daerah provinsi dan kabupaten/kota.
9)
Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah
a.
Umum
Ketentuan tentang DPRD
sepanjang tidak diatur dalam Undang-undang ini berlaku ketentuan Undang-undang
tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD, dan DPRD.
b.
Kedudukan dan fungsi
DPRD merupakan lembaga perwakilan
rakyat daerah dan berkedudukan sebagai unsur penyelenggaraan pemerintahan
daerah.
DPRD memiliki fungsi
legislasi, anggaran, dan pengawasan.
DPRD mempunyai
tugas dan wewenang :
a.
Membentuk Perda yang
dibahas dengan kepala daerah untuk mendapat persetujuan bersama;
b.
Membahas dan menyetujui
rancangan Perda tentang APBD bersama dengan kepala daerah;
c.
Melaksanakan pengawasan
terhadap pelaksanaan Perda dan peraturan perundang-undangan lainnya, peraturan
kepala daerah, APBD, kebijakan pemerintah daerah dalam melaksanakan program
pembangunan daerah, dan kerja sama internasional di daerah;
d.
Mengusulkan pengangkatan
dan pemberhentian kepala daerah/ wakil kepala daerah kepada Presiden melalui
Menteri Dalam Negeri bagi DPRD provinsi dan kepada Menteri Dalam Negeri melalui
Gubernur bagi DPRD kabupaten/kota;
e.
Memilih wakil kepala
daerah dan pertimbangan daerah kepada pemerintah daerah terhadap rencana
perjanjian internasional di daerah;
f.
Memberikan persetujuan
terhadap rencana kerja sama internasional yang dilakukan oleh pemerintah
daerah;
g.
Meminta laporan
keterangan pertanggungjawaban kepala daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan
daerah.
10) Hak dan Kewajiban
DPRD mempunyai hak :
a.
Interpelasi;
b.
Angket;
c.
Menyatakan pendapat.
Anggota DPRD mempunyai
hak :
a.
Mengajukan rancangan
Perda;
b.
Mengajukan pertanyaan
c.
Menyampaikan usul dan
pendapat;
d.
Memilih dan dipilih;
e.
Membela diri;
f.
Imunitas;
g.
Protokoler;
h.
Keuangan administratif.
Kedudukan protokoler dan
keuangan pimpinan dan anggota DPR diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Anggota DPR mempunyai kewajiban :
a.
Mengamalkan Pancasila,
melaksanakan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan
menaati segala peraturan perundang-undangan;
b.
Melaksanakan kehidupan
demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah;
c.
Mempertahankan dan
memelihara kerukunan nasional serta keutuhan Negara Kesatuan Republik
Indonesia;
d.
Memperjuangkan
peningkatan kesejahteraan rakyat di daerah;
e.
Menyerap, menampung,
menghimpun, dan menindak lanjuti aspirasi masyarakat;
f.
Mendahulukan kepentingan
negara di atas kepentingan pribadi, kelompok dan golongan.
11) Alat Kelengkapan DPRD terdiri atas :
a.
Pimpinan;
b.
Komisi;
c.
Panitia musyawarah;
d.
Panitia anggaran;
e.
Badan Kehormatan.[9]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
Dwiyatmi, Sri Harini. 2006. Pengantar Hukum Indonesia.
Bogor: Ghalia Indonesia.
Huda, Ni’matul. 2015. Hukum Tatanegara Indonesia. Depok:
Rajagrafindo Persada.
Kansil, C.S.T. 2008. Hukum Tatanegara Republik Indonesia. Jakarta:
Rineka Cipta.
Redaksi Sinar Grafika. 2016.
UUD 1945 Hasil Amandemen & Proses Amandemen UUD 1945 Secara Lengkap. Jakarta:
Sinar Grafika.
Soemantri, Sri. 2014. Otonomi Daerah. Bandung: Rosda Karya.
Ubaedillah, A. 2012. Pendidikan Kewarganegaraan: Demokrasi, Hak
Asasi Manusia, dan Masyarakat Madani. Jakarta: Kencana.
Widjaja, HAW. 2005. Penyelenggaraan Otonomi di Indonesia. Jakarta:
Rajagrafindo Persada.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar