BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Hukum perkawinan termasuk dalam hukum keluarga, yaitu hukum yang
mengatur tentang hubungan-hubungan antara anggota keluarga. Hubungan ini
meliputi hubungan antara suami dan isteri, hubungan antara orang tua dan
anak-anaknya dan hubungan antara keluarga dan pemerintah. Maka, cakupannya
adalah peraturan tentang perkawinan, perceraian, hak-hak kebendaan dari
pasangan, pengasuhan anak, kepatuhan anak terhadap orang tua dan intervensi
pemerintah terhadap hubungan anak dan orang tua, serta penyelenggaraan hubungan
orang tua dan anak melalui adopsi.
Paling tidak, ada tiga fungsi hukum keluarga yaitu perlindungan
terhadap individu dari kekerasan dalam keluarga, untuk menyediakan penyelesaian
jika hubungan antara anggota keluarga putus, dan untuk memberikan dukungan
masyarakat tempat keluarga itu berada.
Dalam hal penerapan hukum keluarga dan hukum perkawinannya,
Negara-negara muslim dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu:
a.
Negara-negara yang menerapkan hukum keluarga dan hukum perkawinan dari berbagai
madzhab yang dianutnya, dan belum diubah;
b.
Negara-negara yang telah mengubah total hukum keluarga dan hukum perkawinannya
dengan hukum modern, tanpa mengindahkan agama mereka;
c.
Negara-negara yang menerapkan hukum keluarga dan perkawinan Islam yang telah
direformasi dengan berbagai proses legislasi modern.
Dalam makalah ini kami akan membahas tentang hukum keluarga di
negara Singapura dan beberapa aturan yang berlaku di Singapura dan perjalanan
hukum keluarga di Singapura.
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana
Hukum Islam Di Singapura?
2.
Bagaimana
hukum perkawinan di Singapura?
3.
Bagaimana
hukum perceraian di Singapura?
4.
Bagaimana
ketentuan teknis perceraian di Singapura?
5.
Bagaimana
proses perceraian di Singapura?
6.
Bagainmana
pernikahan beda agama di Singapura?
C.
Tujuan
Adapun
tujuan dari penulisan makalah ini adalah mencoba untuk memberikan informasi
kepada rekan-rekan kami pada khususnya dan kepada masyarakat pada umumnya
tentang pengangkatan anak dalalm perspektif hukum perlindungan anak.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Gambaran Umum Hukum Islam di Singapura
Singapura nama
resminya Republik Singapura, adalah sebuah negara pulau di lepas ujung selatan
Semenanjung Malaya, 137 kilometer (85 mil) di utara khatulistiwa di Asia
Tenggara. Negara ini terpisah dari Malaysia oleh Selat Johor di Utara, dan dari
Kepulauan Riau, Indonesia oleh Selat Singapura di selatan.
Singapura
adalah pusat keuangan terdepan keempat di dunia dan sebuah kota dunia
kosmopolitan yang memainkan peran penting dalam perdagangan dan keuangan
internasional. Pelabuhan Singapura adalah satu dari lima pelabuhan tersibuk di
dunia.
Singapura
memiliki sejarah imigrasi yang panjang. Penduduknya yang beragam berjumlah 5
juta jiwa, terdiri dari Cina, Melayu, India, berbagai keturunan Asia, dan
Kaukasoid. 42% penduduk Singapura adalah orang asing yang bekerja dan menuntut
ilmu di sana. Pekerja asing membentuk 50% dari sektor jasa. Negara ini adalah
yang terpadat kedua di dunia setelah Monako. A.T. Kearney menyebut Singapura
sebagai negara paling terglobalisasi di dunia dalam Indeks Globalisasi tahun
2006.
Ketika Negara
Singapura masih menjadi satu dengan nama Negara-negara selat, dibuat beberapa
piagam kesepakatan dengan Inggris yang berkaitan dengan masalah hukum Islam.
Salah satu piagam yang dimaksud adalah “Piagam Keadilan”.
Piagam Keadilan berisi :
1.
Penetapan
pengadilan, dan
2.
Kehendak
agar pengengenadilan menggunakan undang-undang Inggris kecuali mengenai agama
Islam dan adat Melayu.
Dengan lahirnya
Piagam Keadilan ini, beberapa ahli hukum mengomentari, bahwa piagam ini ada
kesamaan artinya dengan awal Inggris membawa Undang-undang Inggris
kenegara-negara selat Malaysia, dengan mengadakan perubahan seperlunya
Lahirnya Piagam
Keadilan ini, sebagaimana komentar beberapa ahli hukum; bahwa piagam keadilan
ini ada kesamaan arti dengan awal Inggris membawa Undang-undang Inggris
kenegara-negara selat Malaysia. Menurut Yacoob, Undang-undang yang diperlakukan
Inggris hanya terbatas pada undang-undang tentang perkawinan (Keluarga Islam)
dalam skop yang sempit.[1]
B.
Perkawinan di Singapura
Pada tahun 1880
Inggris mengakui keberadaan Hukum Perkawinan dan Perceraian Islam, sebagaimana
terdapat dalam “Mohammaden Marriage Ordinance”, Nomor V tahun 1880, Isi
undang-undang ini : bahwa perkawinan dan perceraian di kalangan orang Islam harus
didaftarkan dan yang berkuasa mendaftarkan adalah Kadi, meskipun keputusan Kadi
dan Pendaftar boleh direvisi atau dimodifikasi atau dirubah oleh Governor
(pemegang Mahkamah Agung).
Undang-undang
ini diperbaharui pertama kali tahun 1894, Muhamaden Marriage Ordonance
(Amendement), No. XIII tahun 1894, kemudian diperbaharui lagi tahun 1902 dengan
Ordinance No, XXXIV of 1902. Isi Ordenance ini adalah memberikan kuasa kepada
Governor untuk melantik Pendaftar Perkawinan (registrar) di masing-masing
Negeri-negeri Selat, kemudian Ordinance XXXIV of 1902 ini diperbaharui lagi
tahun 1908, dengan “The Mohamaden Marriage Ordinnce Tahun 1908”.
Ordonance XXV /
1908 yang Memperbaiki “Ordonan Naiki Ordonan” Nomor V/ 1880 berisi:
1.
Mewajibkan
suami-suami membuat pendaftaran perkawinan dan perceraian dalam tempo tujuh
hari setelah selesai akad nikah dan kalau dilanggar dapat dihukum denda 25
ringgit;
2.
Memberikan
kuasa kepada Governor melantik dan memecat Kadi;
3.
Melantik
Kadi sebagai pembantu Pendaftar Perkawinan dan Perceraian;
4.
Memeberikan
kuasa kepada kadi untuk menyelesaikan masalah nafkah yang tidak melebihi dari
50 ringgit; dan
5.
Masalah
lain yang berhubungan denggan perkawinan dan perceraian.
Undang-undang
Keluarga Islam pertama yang mengatur tentang perkawinan dan perceraian, yang
meliputi fasakh, taklik talak, khulu’ dan thalak, setelah Singapura menjadi
Negara sendiri, yaitu “The Muslem Ordinance 1957” diundangkan tanggal 30
Agustus 1957 dan berlaku mulai tanggal 24 November 1958.
Kemudian Akta
tahun 1957, yang diamandemen tahun 1960, diamandemen lagi tahun 1966 dengan
Akta 1966, yakni Akta Pentadbiran Undang-undang Islam 1966, yang didalam bahasa
Inggris disebut The Administration of Musli Low Act 1966 diringkas AMLA, yang
berlaku hingga sekarang.
Kosekuensi
adanya AMLA adalah dibentuknya The Majlis Ugama Islam Singapura. Majlis ini
mempunyai komisi yang terdiri dari mufti Singapura, yakni dua anggota majlis
dan dua yang bMajlis ini mempunyai komisi yang terdiri dari mufti Singapura,
yakni dua anggota majlis dan dua yang bukan anggota majlis. Komisi hukum ini
berfungsi untuk mengeluarkan fakta yang berkaitan dengan hukum Islam.
Berdasarkan
pasal 32 AMLA, Peraddilan Agama (Mahkamah Syari’ah/ Syari’ah Court) diberi
kuasa untuk mendengan dan memutuskan masalah-masalah yang terjadi di kalangan
Muslim atau perkawinan yang didasarkan pada hukum Islam, yang mencakup :
1.
Perkawinan,
2.
Perceraian,
meliputi talak, cerai taklik, fasakh dan khulu’,
3.
Pertunangan,
4.
Pembagian
harta bersama,
5.
Pembayaran
maskawin, nafkah dan mut’ah.[2]
Adapun cakupan
peraturan perkawinan yang tercantum didalam AMLA adalah :
1.
Pelaksanaan
Pernikahan
Dalam pelaksanaan pernikahan di Singapura warga negara Singapura
yang beragama Islam wajib menikah dengan yang beragama Islam, sebagai mana
dijelaskan dalam pasal 89 AMLA, yang berbunyi: “The provisions of
this Part shall apply only to marriages, both of the parties to which profess
the Muslim religion and which are solemnized in accordance with the Muslim law.”.[3]
2.
Pencatatan
Perkawinan
AMLA mendirikan Registry of muslim
marriages (ROMM). ROMM dipimpin oleh panitera muslim perkawinan yang ditunjuk
oleh presiden singapura. Kerjanya sebagian besar dirancang secara administratif
untuk mendaftarkan pernikahan.
Menurut AMLA dan Hukum Islam di
singapura, semua pernikahan diwajibkan terdaftar dalam tujuh hari di ROMM. Pada
perubahan tahun 2008, adanya suatu ketentuan yang dihapus karena tidak
diperhatikan sehingga ROMM hanya memiliki yurisdiksi mendaftarkan perkawinan
dimana kedua belah pihak beragama islam. Sedangkan bagi perkawinan seorang yang
beragama islam dengan agama lain hanya bisa dilakukan menurut woman’s charter.
Keputusan ROMM pada umumnya tidak
kontroversial. Kebanyakan banding dari keputusan ROMM melibatkan tantangan
terhadap sebuah keputusan
oleh ROMM menolak
mengizinkan pernikahan poligami.[4]
Perkawinan di
Singapura wajib dicatatkan sebagaimana tertuang dalam pasal 93 AMLA: “Every Kadi and
Naib Kadi shall keep such books and registers as are prescribed.” yang artinya “Setiap kadi dan naib kadi harus menyimpan buku dan daftar seperti
yang ditentukan.”.[5]
Pencatatan perceraian dan ruju’
adalah wajib, dan pihak yang melanggar dapat dihukum. Namun sebelum memutuskan
perkara di peradilan, hakim (pengadilan) mengangkat juru damai terlebih dahulu
untuk berusaha mendamaikan.[6]
3.
Pertunangan
Dalam pasal 94 AMLA yang mengatur tentang pertunangan umat Islam di
Singapura, yang diatur sebagai berikut:
(1) Jika ada orang, baik secara lisan atau tertulis, dan baik secara
pribadi atau melalui perantara, telah menandatangani kontrak pertunangan sesuai
dengan hukum muslim, dan kemudian akan menolak tanpa alasan yang sah untuk
menikahi pihak lain dengan kontrak tersebut, seperti pihak lain yang bersedia
melakukan hal yang sama, pihak yang menolak akan bertanggung jawab:
a.
Untuk
membayar kepada pihak lain jumlah yang disepakati dalam kontrak dimana
pernikahan diatur harus dibayar oleh pihak yang melanggar kontrak.
b.
Jika
seorang laki-laki, wajib membayar sebagai ganti rugi jumlah yang diberikan
dengan itikad baik untuk persiapan pernikahan. Atau jika perempuan, untuk
mengembalikan hadiah pertunangan, jika ada, atau nilainya dan membayar sebagai
kerusakan jumlah yang dikeluarkan dengan itikad baik persiapan untuk
pernikahan.
(2) Pembayaran dan pengembalian
hadiah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dipulihkan dengan tindakan di
Pengadilan Syariah.
4.
Usia
Minimal Kebolehan Menikah
Usia minimal kebolehan menikah di Singapura yakni 18 tahun bagi
laki-laki dan perempuan, namun Kadi mungkin mengijinkan perkawinan dibawah umur
denan syarat-syarat sudah dewasa dan dengan alasan dan dalam kondisi tertentu.
Sebagaimana yang tertuang dalam pasal 96 ayat (4) dan (5).
5.
Wali
Nikah
Kadi boleh menempati wali nikah
dalam kondisi wanita tidak mempunyai wali nasab atau wali nasab tidak berkenan
menjadi wali tanpa alasan yang dibenarkan oleh hukum Islam.
Wali boleh memohon untuk perkawinan
anaknya atau memita Kadi melangsungkannya. Kadi boleh menempati wali nikah
dalam kondisi wanita tidak mempunyai wali nasab atau wali nasab tidak berkenan
menjadi wali tanpa alasan yang dibenarkan oleh hukum Islam. Sebagaimana
dilaksanakan dalam pasal 96 ayat (1), (2), (3), (4), (5), (6).
6.
Pernikahan
Janda
Sebagaimana diatur dalam pasal 97 ayat (1) dan (2), bahwa perikahan
janda diatur sebagai berikut:
(1) Dimana
wanita yang akan menikah adalah janda:
a)
Dia tidak akan
menikah dengan orang lain selain suami yang darinya dia terakhir bercerai,
kapanpun sebelum berakhirnya masa iddah, yang harus dihitung sesuai dengan
hukum Islam;
b)
Dia tidak akan
menikah kecuali jika sebelumnya dia telah menghasilkan -
(i) sertifikat kematian almarhum suaminya;
(ii) sertifikat perceraian yang secara sah dikeluarkan berdasarkan undang-undang untuk saat ini;
(iii) salinan resmi dari entri yang berkaitan dengan perceraian tersebut dalam daftar cerai yang sesuai; atau
(iv) surat keterangan, yang mungkin atas permohonannya diberikan setelah diinterogasi oleh Pengadilan Syariah, yang berarti bahwa dia adalah seorang janda; dan
(i) sertifikat kematian almarhum suaminya;
(ii) sertifikat perceraian yang secara sah dikeluarkan berdasarkan undang-undang untuk saat ini;
(iii) salinan resmi dari entri yang berkaitan dengan perceraian tersebut dalam daftar cerai yang sesuai; atau
(iv) surat keterangan, yang mungkin atas permohonannya diberikan setelah diinterogasi oleh Pengadilan Syariah, yang berarti bahwa dia adalah seorang janda; dan
c)
Jika perceraian
dilakukan talak 3, dia tidak boleh
menikah lagi dengan suami sebelumnya, kecuali jika sebelum menikah dia telah
menikah secara sah dengan orang lain dan perkawinan tersebut akan selesai dan
kemudian dilebur secara sah.
(2) Pengadilan Syariah mungkin, jika merasa puas bahwa
telah ada kolusi antara suami sebelumnya dan orang lain yang dengannya wanita
tersebut menikah setelah talak, membatalkan pernikahan kembali dengan suami
sebelumnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1).[7]
7.
Poligami
Poligami diperbolehkan dengan syarat harus ada ijin tertulis dari
Kadi atau pengganti Kadi.
8.
Pemeliharaan
anak diatur terrsendiri dalam The Guardian of Infants 196.[8]
C.
Perceraian di Singapura Secara Umum
Untuk kepentingan administrative,
AMLA meminta agar melaporkan setiap talak yang dijatuhkan dalam jangka waktu
seminggu untuk dicatat. Pasangan tersebut juga diharuskan untuk mengisi
lembaran yang sudah ditentukan. AMLA juga menyebutkan bahwa pengadilan agama
harus meyakinkan diri sendiri sebelum dicatatnya perceraian. Bagian ini
menuntut pembentukan suatu unit penasihat di dalam pengadilan agama yang
berfungsi untuk memberikan nasihat dalam masalah perselisihan rumah tangga.
Setelah unit tersebut dibentuk, mereka mampu menyelesaikan dan membuat rujuk
sekitar 40 persen pasangan yang kalau tidak ditolong, memutuskan cerai. Selama
satu tahun, sekitar 1.400 pasangan rumah tangga memanfaatkan unit ini. AMLA juga
mengharuskan kadi (Qadhi) untuk hanya mencatat perceraian yang di
dasarkan pada persetujuan kedua belah pihak; jika salah satunya menyatakan
ketidaksetujuannya, maka persoalan ini diserahkan kepada kepala pengadilan
agama untuk memutuskannya. Ada empat masalah penting yang harus dibicarakan
berkenaan dengan pencatatan perceraian:
1.
Pembayaran
‘iddah.
2.
Mut’ah (hadiah sebagai akibat perceraian).
3.
Pemeliharaan
anak (hadhonah).
4.
Pembagian
harta bersama setelah perceraian.
Pengadilan agama berhak menentukan jumlah pembayaran untuk masa
iddah dan hadiah pelipur lara. Biasanya, jumlah tersebut cukup standard dan
ditetapkan dengan persetujuan kedua belah pihak. Akan tetapi, cukup sulit untuk
mencapai kata sepakat dari kedua belah pihak dalam pembayaran mut’ah. Sejak tahun
1984, jumlah uang mut’ah yang harus dibayar sekitar 1 dollar singapura perhari
terhitung mulai dari hari perkawinan mereka sampai pada hari perceraian. Maka
berarti, jika mereka telah berumah tangga selama 10 tahun, kemudian sang suami
menceraikan istri tanpa alasan yang jelas, sang istri berhak untuk mengklaim
uang mut’ah sebesar 3.650 dollar singapura. Jumlah ini mungkin akan terus
bertambah di kemudian hari.[9]
D.
Ketentuan
Teknis Perceraian di Singapura
Mahkamah Syariah Singapura didirikan pada tahun 1955 sebagai hasil
dari kajian sebuah lembaga yang dibentuk Pemerintah Singapura. Lembaga ini
terdiri dari pakar undang-undang, kadi-kadi dan para ulama. Mahkam ini, awalnya
dikenal sebagai akte Muslims Ordinance yang dijadikan undang-undang pada
30 Mei 1957. Akta inilah yang digunakan Mahkamah Syariah hingga tahun 1966.
Pada tahun 1966, Akta Pentadbiran Undang-Undang Islam (AMLA) diperkenalkan dan
menggantikan Akta Muslim Ordinance. Pada tahun 1999, Akta ini ditambah
dengan beberapa klausa yang sesuai dengan tuntutan keadaan. Sebagai pedoman
Mahkamah Syariah yang memiliki logo mahkamah yang dipercayai, dinamik dan
saksama yang mengilhamkan keyakinan masyarakat.
Secara umum, landasan normatif tentang cerai sebagaimana yang
berlaku di negara lain, Mahkamah Syariah menggunakan dasar naqli yakni
al-Qur’an dan al-Hadits. Firman Allah swt dalam Surah An-Nisa ayat 19 yang
artinya: “….bergaulah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak
menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu,
padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak”.
Hadits dari
Ibnu Umar r.a dari Nabi Muhammad, yang berbunyi: “Perbuatan halal yang
dimurkai Allah ialah talak” (Riwayat Abu Daud dan Hakim).
Ayat al-Qur’an dan
hadits di atas ini dengan jelas memberikan penjelasan bahwa perceraian
merupakan suatu perkara yang paling dibenci oleh Allah swt. Agama islam tidak
menghalalkan umatnya bercerai berai, karena ia akan mengakibatkan implikasi
yang negatif kepada pasangan itu sendiri, anak-anak, keluarga maupun masyarakat
secara umum. Amanah dan tanggungjawab ini hanya dapat dilaksanakan oleh kedua
pasangan suami istri dengan baik dan sempurna, jika keduanya menjadikan dasar
ikatan atau perjanjian yang suci ini dengan bersumberkan iman dan taqwa kepada
Allah swt. Selagi kedua pasangan ini menjadi sumber pegangan mereka berpandukan
dengan ajaran Islam, Insya Allah tujuan dan matlamat perkawinan yang di
dambakan akan berkekalan hingga akhir hayat mereka.
Terdapat
beberapa jenis perceraian yang dibicarakan di Mahkamah Syariah Singapura.
Jenis-jenis perceraian ini sebagaimana termaktub di dalam Undang-undang
Pentadbiran Hukum Islam (AMLA) adalah sebagai berikut:[10]
1.
Talak
2.
Cerai
Ta’lik
3.
Fasakh
4.
Khulu’.
E.
Proses Perceraian di Singapura
Uraian gambar di atas sebagai berikut:
Registration. Pasangan atau individu yang ingin membuat pengaduan di Mahkamah
berkaitan dengan masalah rumah tangga, perlu membawa dokumen-dokumen berikut
(asli dan salinan):
1.
Identitas
pribadi
2.
Surat
Nikah
3.
Akte
lahir anak-anak (di bawah 21 tahun) (jika ada)
Counselling Stage. Mahkamah
Syariah menyediakan khidmat kaunseling bagi pasangan yang mempunyai masalah
rumah tangga. Khidmat kaunseling ini diwajibkan kepada setiap pasangan yang
membuat pendaftaran di Mahkamah. Tujuan khidmat ini adalah untuk membantu
pasangan menguraikan segala permasalahan rumah tangga yang sedang mereka
hadapi, dan seterusnya mengukuhkan kembali rumah tangga yang telah sekian lama
dibina.
Setiap pasangan perlu melalui beberapa
sesi kaunseling dalam jangka waktu 2-4 bulan. Ini bertujuan untuk mewujudkan
kesadaran kepada pasangan akan permasalahan serius yang sedang mereka hadapi,
begitu juga dengan kesan dan implikasi yang perlu mereka lalui. Pihak Kaunselor
akan berusaha membantu mencari uraian-uraian atau alternative lain bagi
mengatasi permasalahan yang sedia ada. Jika pasangan dapat menguraikan
permasalahan mereka, kes mereka akan ditutup di peringkat ini, atau disalurkan
kepada badan-badan lain untuk mendapatkan bantuan dan nasihat selanjutnya.
Tetapi jika pasangan atau salah seorang
dari pasangan tersebut telah membuat keputusan untuk meneruskan perceraian
mereka, maka mereka akan dipindahkan ke peringkat Mahkamah. Dalam hal ini,
permohonan untuk berpisah boleh dilakukan dengan dua cara:
a.
Permohonan
cerai melalui kadi
b.
Permohonan
cerai melalui surat perintah mahkamah
Issuance of
Summons. Setiap pendaftaran cerai di
Mahkamah perlu dilakukan dengan cara membuat saman. Pendaftaran ini dibuat di
Mahkamah Syariah bertempat di tingkat dua bangunan MCYS. Di peringkat ini
pasangan dikehendaki melakukan beberapa perkara seperti berikut:
1.
Plaintif
(suami atau isteri) yang membuat saman dikehendaki membayar pendaftaran saman,
mengisi borang Pernyataan Kes (case statement) dan mengangkat sumpah.
2.
Pegawai
Mahkamah akan memberikan salinan saman kepada Plaintif bersama tarikh sesi
pengantaran.
3.
Defedan
(suami atau isteri) dikehendaki menandatangani surat saman yang telah
dikeluarkan oleh pasangannya dan mengisi borang Pernyataan Pembelaan (Defence
Statement) yang disediakan (jika beliau hadir semasa saman dibuat).
4.
Jika
pihak Defedan tidak hadir semasa saman dibuka, maka pegawai Mahkamah akan
menyerahkan saman tersebut kepada Defedan di alamat yang diberikan.
5.
Setelah
menerima surat saman, Defedan dikehendaki mengisi borang Pernyataan Pembelaan (Defence
Statement) dan mengembalikannya kepada Mahkamah dalam tempoh 21 hari.
Setelah
tahap itu dilalui, kedua pasangan diundang untuk hadir ke Mahkamah dengan
membawa dokumen-dokumen berikut:
§ Kartu pengenal
§ Skim Perumahan Awam (Public Housing Scheme)
§ Surat dari HDB berhubungan kedudukan rumah flat mereka
§ Pembayaran untuk pendaftaran Cerai dan surat perintah Mahkamah
§ Buku Rekening Bank (bagi pihak Isteri)
§ Akte kelahiran Anak-anak
§ Surat Pernikahan (asli)
Mediation Stage. Di peringkat pengantaran, isu perceraian dan perkara-perkara yang
berhubungan dengan perceraian seperti anak, rumah atau harta sepencarian yang
lain, tuntutan nafkah iddah dan mut’ah akan dibincangkan. Seorang pengantara
yang tidak memihak kepada pasangan tersebut akan membantu mereka mencari kata
sepakat bagi menguraikan permasalahan mereka. Jika kedua-duanya dapat mencapai
satu persetujuan di peringkat ini, maka Pengantara akan melakarkan surat
persetujuan bersama, dan kedua pihak akan mengangkat sumpah di hadapan Hakim
bagi pengesahan persetujuan tersebut. Seterusnya Hakim akan mengarahkan
pendaftaran cerai mereka, maka dengan ini selesailah proses perceraian mereka.
Tujuan mediasi adalah untuk:
1.
Membantu
pasangan menyelesaikan proses perceraian mereka dengan jalan yang singkat (jika
kedua-duanya ada persetujuan).
2.
Bagi
pasangan yang ingin kes mereka diselesaikan di peringkat pengantaran, mereka
perlu memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
-
Kedua-dua
pihak bersetuju untuk berpisah
-
Kedua-dua
pihak bersetuju dengan isu nafkah iddah dan mut’ah.
-
Kedua
pihak bersetuju dengan hak penjagaan anak.
-
Kedua
pihak bersetuju dengan kedudukan rumah (flat) atau harta sepencarian.
3.
Pasangan
tidak perlu melalui proses perbicaraan di dalam Mahkamah, dengan ini dapat
mengelakkan segala tekanan jiwa dan perasaan terhadap diri dan anak-anak.
4.
Membantu
pasangan untuk memahami segala isu-isu berhubung perceraian dengan lebih
terperinci lagi, agar mereka dapat membuat keputusan yang tepat.
5.
Pasangan
dapat menjimatkan kos tambahan jika kes mereka selesai di peringkat pengantaran.
6.
Jika
berlaku isu-isu berhubung dengan anak dan rumah setelah bercerai, masalah ini
akan lebih mudah dibincangkan.
7.
Tiada
paksaan, karena keputusan perceraian ditentukan oleh pasangan, bukan Mahkamah.
8.
Segala
keaiban individu dapat dihindarkan dari terbongkar semasa perbicaraan.
Jika
pasangan tidak dapat mencapai satu persetujuan di peringkat Pengantaran, maka
kes mereka akan dipindahkan ke peringkat Pra-Perbicaraan (PTC).
Pre-Trial
Conference. Di peringkat ini, pasangan akan
bertemu dengan seorang Pegawai Pendaftar, untuk perbincangan selanjutnya
berhubung perkara-perkara berikut:
·
Hak
penjagaan anak-anak
·
Hak
menziarahi anak-anak (access)
·
Mengubah
permohonan Pernyataan Kes dan Pernyataan Pembelaan.
·
Memansuh
atau memotong sebahagian kandungan affidavit atau mengenepikan beberapa dokumen
yang tidak relevan.
·
Melanjutkan
atau mengurangi waktu pembicaraan
·
Mengenepikan
perintah Mahkamah / Permohonan.
·
Menimbang
permohonan yang penting.
Di peringkat ini, mereka hanya
didengar dalam waktu satu hingga dua bulan. Pasangan juga diminta untuk
mendapatkan bantuan, karena banyak perkara-perkara dalam undang-undang yang
akan dibahas pada langkah ini.
Trial Stage. Setelah melalui proses pengantaran dan PTC, jika pasangan masih
belum mencapai sebarang persetujuan, maka satu tarikh perbicaraan akan
ditetapkan untuk kes mereka. Di peringkat ini, Mahkamah akan mendengar segala
tuntutan berhubung isu-isu yang mereka tiada persetujuan bersama seperti:
a.
Perceraian.
b.
Nafkah
iddah.
c.
Mut’ah.
d.
Hak
penjagaan anak-anak.
e.
Harta
sepencarian.
Perbicaraan
dilaksanakan oleh Presiden Mahkamah Syariah yang akan membicarakan hal-hal yang
tidak dapa dicapai persetujuan di antara pasangan. Presiden Mahkamah Syariah
akan mendengar kenyataan-kenyataan dan meneliti bukti-bukti yang diberikan. Perbicaraan
merupakan satu proses yang kompleks dan sulit. Dengan ini, sebaiknya pasangan
mendapatkan bantuan guaman untuk membantu kes mereka.
Hal ini harus
dilakukan lebih awal, sebaiknya pada peringkat PTC. Setiap tarikh perbicaraan
yang ditentukan tidak akan diubah kecuali atas sebab-sebab yang tertetu. Oleh
itu, anda harus mendapatkan peguam lebih awal supaya beliau bersedia untuk
mengendalikan kes anda sesuai jam yang ditentukan. Semua pasangan yang
menghadirkan diri di Mahkamah Syariah harus berpakaian sopan dan sesuai. Mereka
juga harus berkelakuan sopan setiap kali di dalam Mahkamah dan tidak dibenarkan
membawa anak-anak masuk di dalam Mahkamah kecuali diarahkan.
Hakam Stage.
Hakam adalah seorang wakil yang dilantik oleh pihak suami atau pihak isteri
sebagaiman yang diarahkan oleh Hakim Mahkamah. Hakam diberi kuasa dan tanggung
jawab yang tertentu dalam menguraikan permasalahan suami isteri tersebut.
Sebahagian dari masalah yang telah dibicarakan oleh Hakim perlu
melalui proses Hakam. Sebagian dari masalah yang memerlukan campur tangan hakam
adalah sebagai berikut:
§ Isteri memohon untuk berpisah atas dasar tak’lik, tetapi setelah
dibicarakan, hakim dapati tak’lik tersebut tidak sabit.
§ Suami tidak mau menceraikan isterinya dan belum melafazkan talak,
tetapi isteri tetap inginkan perceraian.
§ Hakim merasakan pasangan ini perlu melalui proses Hakam.
Peranan hakam
terhadap masalah perceraian suami isteri, ini adalah untuk:
§ Menerangkan kepada pasangan suami isteri peranan yang dimainkan
oleh Hakam dalam menyelesaikan perbalahan mereka menurut pandangan Islam.
§ Menyiasat latar belakang pasangan suami isteri yang terlibat dan
berbincang dengan pasangan.
§ Mengkaji dan meneliti nota perbicaraan bagi mendapat maklumat dan
fakta-fakta secara yang lebih menyeluruh.
§ Menerangkan kebaikan alam rumah tangga jika berdamai dan keburukan
perceraian dan kesan-kesannya terhadap individu, anak-anak, masyarakat, harta
benda, uang simpanan bersama, harta sepencarian, beban pembayaran nafkah iddah,
mut’ah dan masalah social.
§ Berusaha mensuluhkan (mendamaikan) mereka sama ada:
a.
Berbaik-baik
semula, atau
b.
Bercerai
sama ada dilafazkan suami, Hakam atau secara khulu’, fasakh atau mensabitkan
lafaz talik.
c.
Membuat
laporan kepada Mahkamah hasil perbincangan mereka dengan pasangan tersebut dan
memohon rumusan mereka dijadikan Perintah Mahkamah.
Setelah hakim membuat keputusan
berhubung dengan isu-isu perceraian seperti hak penjagaan anak, harta
sepencarian dan tuntutan nafkah iddah dan mut’ah, dan jika salah seorang dari
pasangan yang dibicarakan, tidak puas dengan keputusan yang telah ditetapkan,
maka pasangan tersebut berhak membuat banding kepada Lembaga Banding yang
terletak di Majlis Ugama Islam Singapura. Banding atau permohonan ulang dibuat
dalam tempo satu bulan dari masa keputusan yang telah dibuat oleh hakim dengan
membawa bersama dokumen-dokumen yang dibutuhkan.
Berdasarkan uraian di atas,
tampaknya Hukum Islam dalam masalah perceraian yang berlaku di Singapura
bersifat ketat dan tidak mudah.[11]
F.
Pernikahan Beda Agama di Singapura
Singapura
merupakan salah satu negara yang memperbolehkan perkawinan beda agama.
Singapura merupakan negara sekular menjadi netral dalam permasalahan agama, dan
tidak mendukung orang beragama maupun orang yang tidak beragama.
Singapura
mengklaim bahwa mereka memperlakukan semua penduduknya sederajat, meskipun
agama mereka berbeda-beda, dan juga menyatakan tidak melakukan diskriminasi
terhadap penduduk beragama tertentu. Singapura juga tidak memiliki agama
nasional.
Salah satu
contoh perkawinan beda agama yang dilangsungkan di Singapura adalah perkawinan
antara Iwan Suhandy yang beragama Budha dengan Indah Mayasari yang beragama
Kristen Katholik dan keduanya berdomisili di Batam. Keduanya merupakan pasangan
beda agama yang tidak dapat menikah di Indonesia, dan keduanya sepakat untuk
melangsungkan perkawinan di Singapura.
Persyaratan
utama untuk dapat melangsungkan perkawinan di Singapura adalah yang
bersangkutan harus tinggal di singapura minimal 20 hari berturut-turut. Setelah
memenuhi persyaratan tersebut, calon pengantin baru mulai dapat mengurus
administrasinya secara on line di gedung Registration for Merried. Pemerintah
Singapura memberikan layanan perkawinan dengan pendaftaran on line baik bagi
warga negara Singapura, permanent resident, maupun foreigner 100%.
Hanya dalam
waktu 20 menit mendaftarkan diri ke legislasi perkawinan Singapura dengan biaya
paling banyak 20 dollar singapura, tanpa mempermasalahkan beda agama, dijamin
sertifikat perkawinan legal dan bisa diterima oleh hukum manapun di dunia.
Untuk dapat
melangsungkan pernikahan oleh Bidang Konsuler, yang berkepentingan harus
mengajukan surat permohonan kepada Duta Besar Republik Indonesia di Singapura,
untuk perhatian/UP Kepala Bidang Konsuler, dengan melampirkan dokumen sebagai
berikut:
1) Surat permohonan dari ayah atau
wali calon mempelai wanita;
2) Surat persetujuan nikah dari
kedua belah pihak;
3) Surat keterangan untuk nikah dari
kelurahan;
4) Surat keterangan asal-usul dari
kelurahn;
5) Surat keterangan orang tua dari
kelurahan;
6) Akte kelahiran asli,
masing-masing calon pengantin berikut foto copynya;
7) Foto copy paspor dan ijin
tinggal;
8) Bagi yang menetap di Singapura,
surat keterangan belum menikah dari pemerintah setempat.
Bagi mereka
yang melangsungkan perkawinan di luar negeri, dalam waktu 1 tahun setelah
mereka kembali ke Indonesia wajib mendaftarkan Surat Bukti Perkawinan mereka di
Kantor Catatan Sipil tempat tinggal mereka dengan melampirkan :
1) Foto Copy Bukti Pengesahan
perkawinan di luar Indonesia.
2) Foto Copy Kutipan akta Kelahiran.
3) Foto Copy KK dan KTP.
4) Pasport kedua mempelai.[12]
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
− Hukum perkawinan di Singapura mengatur tentang: Perkawinan wajib
sesama orang Islam; Perkawinan wajib dicatatkan; Jika tunangan dibatalkan maka
pihak yang membatalkan diberikan sanksi; Batas usia minimal nikah adalah 18
tahun; Kadi boleh menjadi wali nikah; Janda yang ingin menikah lagi harus
menyelesaikan masa iddahnya dan melampirkan aturan administrasi yang diatur;
Poligami boleh dilakukan di Singapura dengan seizin Kadi.
− Ada empat masalah penting yang harus dibicarakan berkenaan dengan
pencatatan perceraian: Pembayaran ‘iddah; Mut’ah (hadiah sebagai akibat
perceraian); Pemeliharaan anak (hadhonah); Pembagian harta bersama
setelah perceraian.
− Proses perceraian di Singapura yaitu: Regisration, Counsellinh
Referral To FSC/MMOS, Issuance of Summons, Meidation Stage, Hakam Stage, Appeal
Stage.
− Pernikahan beda agama boleh dilakukan di Singapura degan syarat
yang menikah kedua mempelainya tidak bergama Islam.
DAFTAR PUSTAKA
Bin
Abbas, Ahmad Nizam. 2012. “The Islamic Legal System In Singapore”, Pacific
RIM Law & Policy Journal, 21, 01, Januari.
Dedi Supriyadi dan Mustofa. 2009. Perbandingan Hukum Perkawinan
Islam di Dunia Islam. Bandung: Pustaka Al-Fikriis.
Nasruddin,
et.al, ed. 2013. Hukum Keluarga di Negara-negara Muslim Modern;Hukum
Keluarga di Singapura dan Filipina. Lampung: Anugerah Utama Raharja.
[1]
Nasruddin, et.al, ed. Hukum Keluarga di Negara-negara Muslim Modern;Hukum
Keluarga di Singapura dan Filipina. (Lampung: Anugerah Utama Raharja,
2013), h., 209.
[2]
Nasruddin, et.al, ed. Hukum Keluarga di Negara-negara Muslim Modern;Hukum
Keluarga di Singapura dan Filipina. h., 210-212.
[4]
Ahmad Nizam bin Abbas, “The Islamic Legal System In Singapore”, Pacific RIM
Law & Policy Journal, 21, 01, (Januari, 2012), h., 183.
[6]
Nasruddin, et.al, ed. Hukum Keluarga di Negara-negara Muslim Modern;Hukum
Keluarga di Singapura dan Filipina. h., 213.
[8]
Nasruddin, et.al, ed. Hukum Keluarga di Negara-negara Muslim Modern;Hukum
Keluarga di Singapura dan Filipina. h., 213.
[9] Dedi Supriyadi
dan Mustofa, Perbandingan Hukum Perkawinan Islam di Dunia Islam,
(Bandung: Pustaka Al-Fikriis, 2009), h.,169.
[12]
Nasruddin, et.al, ed. Hukum Keluarga di Negara-negara Muslim Modern;Hukum
Keluarga di Singapura dan Filipina. h., 214.