Rabu, 27 Maret 2019

Makalah Hukum Perlindungan Anak: Pengangkatan Anak


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Anak merupakan anugerah dan amanah yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Oleh karena itu anak sebagai amanah dari Tuhan harus senantiasa dijaga dan dilindungi oleh keluarga, masyarakat, negara karena didalam diri anak melekat hak anak yang merupakan bagian dari hak asasi manusia yang termuat didalam UUD 1945 dan konvensi PBB tentang hak-hak anak. UU No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia telah mencantumkan tentang hak anak, pelaksanaan kewajiban dan tanggung jawab orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah, dan negara untuk memberikan perlindungan terhadap anak.
Anak adalah pewaris sekaligus penerus garis keturunan keluarga. Oleh karena itu, apabila dalam suatu perkawinan belum atau tidak dikarunia anak, maka diadakan pengangkatan anak atau adopsi. Pengertian tentang adopsi dapat dilihat secara etimologi, terminologi, serta menurut para pakar hukum manusia sudah dikodratkan untuk hidup berpasang-pasangan membentuk sebuah keluarga yang terdiri dari suami istri dan pada umumnya juga menginginkan kehadiran anak atau keturunan hasil dari perkawinannya. Mempunyai anak merupakan tujuan dari adanya perkawinan untuk menyambung keturunan serta kelestarian harta kekayaan. Mempunyai anak adalah kebanggaan dalam keluarga. Akan tetapi terkadang semua itu terbentur pada takdir ilahi dimana kehendak memperoleh anak meskipun telah bertahun-tahun menikah tak kunjung dikaruniai anak, sedangkan keinginan untuk mempunyai anak sangatlah besar. Jika demikian, penerus silsilah orang tua dan kerabat keluarga tersebut terancam putus atau punah. (Soemitro, 2003: 169).
Dalam keadaan demikianlah kemudian para anggota kerabat dapat mendesak agar si suami mencari wanita lain atau mengangkat anak kemenakan dari anggota kerabat untuk menjadi penerus kehidupan keluarga bersangkutan, atapun dengan pengangkatan anak (adopsi).
Dalam menentukan kriteria sah tidaknya suatu pengangkatan anak termasuk akibat hukumnya pada masyarakat daerah tertentu, seperti di kalangan masyarakat suku Jawa, Tionghoa, saat ini sudah ada beberapa jurisprudensi yang dapat dijadikan sebagai pedoman. Pengangkatan anak bagi golongan Bumiputera menurut tata cara hukum adatnya masih dianggap sah dan akibat hukumnya juga tunduk kepada hukum adatnya sepanjang tidak bertentangan dengan tujuan dari pengangkatan anak yaitu mengutamakan kesejahteraan anak. Meskipun pengangkatan anak harus dilakukan berdasarkan hukum nasional yang berlaku.
Tidak ada ketentuan yang mengatur tentang siapa saja yang boleh mengangkakat anak, dan kriteria laki-laki atau perempuankah yang boleh diangkat. Oleh karena itu, dengan dibuatnya makalah ini akan dibahas lebih lanjut mengenai pengangkatan anak pada masyarakat di Indonesia.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian pengangkatan anak?
2.      Apa saja macam-macam pengangkatan anak?
3.      Apa tujuan pengangkatan anak?
4.      Bagaimana akibat hukum dari pengangkatan anak?
5.      Apa hak dan kewajiban dalam pengankatan anak?
6.      Bagaimana Peraturan perundang-undangan dan hukum Islam mengaur pengangkatan anak?
C.    Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah mencoba untuk memberikan informasi kepada rekan-rekan kami pada khususnya dan kepada masyarakat pada umumnya tentang pengangkatan anak dalalm perspektif hukum perlindungan anak.









BAB II
PEMBAHASAN
A.   Pengertian Pengangkatan Anak
Secara etimologi, ada beberapa istilah yang dikenal dalam pengangkatan anak di Indonesia. Pengangkatan anak sering disebut juga dnegan istilah adopsi, yang dalam bahasa inggris disebut adoption.[1] dan dalam bahasa Belanda disebut adoptie yang artinya pengangkatan seorang anak atau pemungutan seorang anak.[2]
Dalam bahasa Arab disebut “tabanni” yang menurut Kamus Kontemporer Arab Indonesia diartikan “ittikhadzahu ibnan” (اتِّخاذ الإبن), yaitu menjadikannya sebagai anak.[3]
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adopsi adalah pengangkatan anak orang lain sebagai anak sendiri.[4]
Sedangkan dalam hukum adat, berkaitan dengan pengangkatan anak terdapat bermacam-macam istilah, misalnya mupu anak di Cirebon, Nguku Anak di Sunda Jawa Barat, Nyentanayang di Bali, Anak Angkat di Batak Karo, Meki Anak di Minahasa, Ngukup Anak di suku Dayak Manyan, Mulang Jurai di Rejang, Anak Akon di Lombok Tengah, Napuluku atau Wengga di Kabupaten Pantai Jayapura, dan Anak Pulung di Singaraja.[5]
Secara terminologi, pengertian pengangkatan anak dapat ditinjau dari beberapa tinjuan, yaitu:
1.      Hukum Adat
Hilman Hadi Kusuma, S.H, dalam bukunya “Hukum Perkawinan Adat”: “Anak angkat adalah anak orang lain yang dianggap anak sendiri oleh orang tua angkat dengan resmi menurut hukum adat setempat, dikarenakan tujuan untuk kelangsungan keturunan dan atau pemeliharaan atas harta kekayaan rumah tangga.”
Sedangkan Surojo Wignjodipuro, SH. Dalam bukunya “Pengantar dan Azas-Azas Hukum Adat”, memberikan batasan sebagai berikut: “Adopsi (mengangkat anak) adalah suatu perbuatan pengambilan anak orang lain ke dalam keluarga sendiri sedemikian rupa, sehingga antara orang yang memungut anak dan anak yang dipungut itu timbul suatu hukum kekeluargaan yang sama, seperti yang ada anatar orang tua dengan anak kandungnya sendiri”.[6]
2.      Hukum Islam
Menurut Mahmud Shaltut dalam kitabnya al-Fatawa. Mengemukakan dua macam definisi, yaitu: Pertama: Penyatuan seseorang terhadap anak yang diketahuinya bahwa ia sebagai anak orang lain ke dalam keluarganya. Ia diperlakukan sebagai anak dalam segi kecintaan, pemberian nafkah, pendidikan dan pelayanan dalam segala kebutuhannya, bukan diperlakukan sebagai anak nasabnya sendiri; Kedua: yakni yang dipahamkan dari perkataan “tabanni” (mengangkat anak secara mutlak). Menurut syariat adat dan kebiasaan yang berlaku pada manusia. Tabanni ialah memasukkan anak yang diketahuinya sebagai orang lain ke dalam keluarganya, yang tidak ada pertalian nasab kepada dirinya, sebagai anak yang sah, tetapi mempunyai hak dan ketentuan hukum sebagai anak.[7]
Dapat disimpulkan dari kedua definisi bahwa perbedaan dari kedua definisi diatas adalah status anak angkat. Pada definisi pertama status anak angkat sebagai anak asuh dan tidak ada akibat hukum, sedangkan definisi kedua sama statusnya dengan anak kandung dan ia dapat mewarisi harta benda orang tua angkatntya dan dapat meminta perwalian kepada orang tua angkatnya bila ia mau dinikahi.[8]
3.      Hukum Positif
Dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Pasal 1 butir 9 memberikan pengertian bahwa anak angkat adalah anak yang haknya dialihkan dari lingkungan kekuasaan keluarga orang tua, wali yang sah, atau orang lain yang bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan, dan membesarkan anak tersebut, ke dalam lingkungan keluarga orang tua angkatnya berdasarkan putusan atau penetapan pengadilan.[9]
Kemudian dalam Peraturan Pemerintah No. 54 Th. 2007 Pasal 1 ayat 1 dengan redaksi bahasa yang sama menyebutkan bahwa anak angkat adalah anak yang haknya dialihkan dari lingkungan kekuasaan keluarga orang tua, wali yang sah, atau orang lain yang bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan, dan membesarkan anak tersebut, ke dalam lingkungan keluarga orang tua angkatnya berdasarkan keputusan atau penetapan pengadilan.[10]
Di samping itu dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) dengan redaksi yang sedikit berbeda mendefinisikan anak angkat adalah anak yang dalam pemeliharaan untuk hidupnya sehari-hari, biaya pendidikan dan sebagainya beralih tanggung jawabnya dari orang tua asal kepada orang tua angkatnya berdasarkan putusan Pengadilan (KHI Pasal 171 huruf h).[11]
B.    Macam-macam Pengangkatan Anak
Dilihat dari kewarganegaraan orang tua angkat, pengangkatan anak dibedakan menjadi dua macam, yaitu pengangkatan anak antar Warga Negara Indonesia (domestic adoption) dan pengangkatan anak internasional (intercountry adoption). Domestic adoption adalah pengangkatan anak yang dilakukan oleh orang tua angkat WNI terhadap anak angkat WNI. Sedangkan intercountry adoption adalah pengangkatan anak, yang dilakukan oleh orang tua angkat WNI terhadap anak angkat WNA atau pengangkatan anak yang dilakukan oleh orang tua angkat WNA terhadap anak angkat WNI.
Dilihat dari status perkawinan calon orang tua angkat, pengangkatan anak dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu pengangkatan anak yang dilakukan oleh calon orang tua angkat berstatus belum kawin (single parent adoption), pengangkatan anak yang dilakukan oleh calon orang tua angkat berstatus kawin dan pengangkatan anak yang dilakukan oleh janda atau duda (posthurrus adoption).
Dilihat dari keberadaan anak yang akan diangkat, pengangkatan anak dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu pengangkatan anak yang dilakukan terhadap calon anak angkat yang berada dalam kekuasaan orang tua kandung atau orang tua asal (private adoption), pengangkatan anak yang dilakukan terhadap calon anak angkat yang berada dalam organisasi social (non private adoption) dan anak angkat yang tidak berada dalam kekuasaan orang tua asal maupun organisasi sosial misalnya anak yang ditemukan karena dibuang oleh orangtuanya.
Dilihat dari akibat hukum pengangkatan anak, dalam kepustakaan hukum biasanya membedakan pengangkatan anak menjadi dua macam, yaitu pengangkatan anak berakibat hukum sempurna (adoption plena) dan pengangkatan arak berakibat hukum terbatas (adoption minus plena).[12]
C.   Tujuan Pengangkatan Anak
Dalam praktiknya, pengangkatan anak dikalangan masyarakat Indonesia mempunyai beberapa tujuan dan/atau motivasinya. Tujuannya adalah untuk meneruskan keturunan, apabila dalam suatu perkawinan tidak memeroleh keturunan. Motivasi ini sangat kuat terhadap pasangan suami istri yang telah divonis tidak mungkin melahirkan anak, padahal mereka sangat mendambakan kehadiran anak dalam pelukannya di tengah-tengah keluarganya.
Undang-undang No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, secara tegas menyatakan bahwa tujuan pengangkatan anak, motivasi pengangkatan anak hanya dapat dilakukan untuk kepentingan yang terbaik bagi anak dan dilakukan berdasarkan adat kebiasaan setempat dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Ketentuan ini sangat memberikan jaminan perlindungan bagi anak yang sifatnya memang tergantung dari orang tuanya.
Praktik pengangkatan anak dengan motivasi komersial, perdagangan, sekedar untuk pancingan an setelah memperoleh anak, kemudian anak angkat disia-siakan atau diterlantarkan, sangat bertentangan dengan hak-hak yang melekat pada anak. Oleh karena itu, pengangkatan anak harus dilandasi oleh semangat kuat untuk memberikan pertolongan dan perlindungan sehingga masa depan anak angkat akan lebih baik dan lebih maslahat.
Harus disadari bahwa pengangkatan anak yang sesuai dengan budaya dan akidah masyarakat Indonesia tidak memutuskan hubungan darah antara anak yang diangkat dengan orang tua kandungnya. Hal sensitif yang juga harus disadari oleh calon orang tua angkat dan orang tua kandung adalah bahwa calon orang tua angkat harus seagama dengan agama yang dianut oleh calon anak angkat, hal ini penting diperhatikan oleh karena pengaruh agama orang tua angkat terhadap anak angkatnya, jika hal ini terjadi maka akan sangat melukai hati dan nurani serta akidah orang tua kandung anak angkat itu.
Pengangkatan anak juga mungkin terjadi dilakukan oleh Warga Negara Asing terhadap anak-anak Indonesia, hal ini memerlukan adanya ketentuan hukum yang jelas terhadap pengangkatan anak antarwarga negara. Pasal 39 angka 4 UU No. 23/2002 menyatakan bahwa pengangkatan anak oleh Warga Negara Asing hanya dapat dilakukan sebagai upaya terakhir.
Diatas telah diuraikan bahwa hubungan nasab anak angkat dengan orang tua kandungnya tidak terputus oleh lembaga pengangkatan anak, dan orang tua kandung tetap memiliki hak untuk menjalankan hak dan kewajibannya sebagai orang tua kandung, oleh karena itu orang tua angkat wajib memberitahukan kepada anak angkatnya mengenai asal usulnya dan orang tua kandungnya. Pemberitahuan asal usul dan orang tua kandungnya, dilakukan dengan memperhatikan kesiapan anak yang bersangkutan.[13]
D.   Akibat Hukum Pengangkatan Anak
Adapun akibat hukum pengangkatan anak yaitu:
a.       Terhadap Perwalian Anak Angkat
Pasal 33 UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perubahab Atas UU No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, menyatakan bahwa:
(1)   Dalam hal Orang Tua dan Keluarga Anak tidak dapat melaksanakan kewajiban dan tanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26, seseorang atau badan hukum yang memenuhi persyaratan dapat ditunjuk sebagai Wali dari Anak yang bersangkutan.
(2)   Untuk menjadi Wali dari Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui penetapan pengadilan.
(3)   Wali yang ditunjuk sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus memiliki kesamaan dengan agama yang dianut Anak.
(4)   Wali sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bertanggung jawab terhadap diri Anak dan wajib mengelola harta milik Anak yang bersangkutan untuk kepentingan terbaik bagi Anak.
(5)   Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara penunjukan Wali sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.[14]
b.      Terhadap Pengasuhan dan Pengangkatan Anak
Dalam UU Perlindungan Anak tepatnya pada pasal 37 sampai dengan pasal 41 telah diatur beberapa ketentuan tentang pengasuhan dan pengangkatan anak. Terhadap pengasuhan anak, pasal 37 dan 38 UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak mengatur, sebagai berikut:
Pasal 37
(1)   Pengasuhan anak ditujukan kepada anak yang orang tuanya tidak dapat menjamin tumbuh kembang anaknya secara wajar, baik fisik, mental, spiritual, maupun sosial.
(2)   Pengasuhan anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan oleh lembaga yang mempunyai kewenangan untuk itu.
(3)   Dalam hal lembaga sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) berlandaskan agama, anak yang diasuh harus yang seagama dengan agama yang menjadi landasan lembaga yang bersangkutan.
(4)   Dalam hal pengasuhan anak dilakukan oleh lembaga yang tidak berlandaskan agama, maka pelaksanaan pengasuhan anak harus memperhatikan agama yang dianut anak yang bersangkutan.
(5)   Pengasuhan anak oleh lembaga dapat dilakukan di dalam atau di luar Panti Sosial.
(6)   Perseorangan yang ingin berpartisipasi dapat melalui lembaga-lembaga sebagaimana dimaksud dalam ayat (3), ayat (4), dan ayat (5).
Pasal 38
(1)   Pengasuhan anak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37, dilaksanakan tanpa membedakan suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin, etnik, budaya dan bahasa, status hukum anak, urutan kelahiran anak, dan kondisi fisik dan/atau mental.
(2)   Pengasuhan anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), diselenggarakan melalui kegiatan bimbingan, pemeliharaan, perawatan, dan pendidikan secara berkesinambungan, serta dengan memberikan bantuan biaya dan/atau fasilitas lain, untuk menjamin tumbuh kembang anak secara optimal, baik fisik, mental, spiritual maupun sosial, tanpa mempengaruhi agama yang dianut anak.
Sedangkan akibat hukum terhadap Pengangkatan Anak dijelaskan dalam pasal 39-41 UU Perlindungan Anak sebagai berikut:
Pasal 39
(1)   Pengangkatan anak hanya dapat dilakukan untuk kepentingan yang terbaik bagi anak dan dilakukan berdasarkan adat kebiasaan setempat dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2)   Pengangkatan anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), tidak memutuskan hubungan darah antara anak yang diangkat dan orang tua kandungnya.
(3)   Calon orang tua angkat harus seagama dengan agama yang dianut oleh calon anak angkat.
(4)   Pengangkatan anak oleh warga negara asing hanya dapat dilakukan sebagai upaya terakhir.
(5)   Dalam hal asal usul anak tidak diketahui, maka agama anak disesuaikan dengan agama mayoritas penduduk setempat.
Pasal 40
(1)   Orang tua angkat wajib memberitahukan kepada anak angkatnya mengenai asal usulnya dan orang mtua kandungnya.
(2)   Pemberitahuan asal usul dan orang tua kandungnya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dengan memperhatikan kesiapan anak yang bersangkutan.
Pasal 41
(1)   Pemerintah dan masyarakat melakukan bimbingan dan pengawasan terhadap pelaksanaan pengangkatan anak.
(2)   Ketentuan mengenai bimbingan dan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.[15]
c.  Terhadap Penyelenggaraan Perlindungan Terhadap Anak Angkat
Penyelenggaraan perlindungan terhadap anak angkat meliputi berbagai aspek kehidupan dengan mengacu kepada hak-hak asasi anak yang melekat padanya sejak anak itu dilahirkan, meliputi:
1.         Perlindungan terhadap agama;
2.         Perlindungan terhadap kesehatan;
3.         Perlindungan terhadap pendidikan;
4.         Perlindungan terhadap hak sosial;
5.         Perlindungan yang sifatnya khusus/eksepsional.[16]
E.    Hak dan Kewajiban dalam Pengangkatan Anak
Anak angkat dan anak-anak lain pada umumnya adalah amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang dalam dirinya melekat hak-hak sebagai anak dan harkat serta martabat sebagai manusia seutuhnya, melekat hak-hak yang perlu dihormati dan dijunjung tinggi oleh orang tua angkatnya dan masyarakat pada umumnya, hak-hak anak angkat dimaksud antara lain:
1.        Berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
2.        Berhak atas suatu nama sebagai identitas diri dari status kewarganegaraan.
3.        Berhak untuk beribadah menurut agamanya, berpikir, dan berekspresi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya dalam bimbingan orang tua.
4.        Dan tingkatsendiri.
5.        Dalam hal karena sesuatu sebab orang tuanya tidak dapat menjamin tumbuh kembnag anak, atau anak dalam keadaan terlantar, maka anak tersebut berhak diasuh atau diangkat sebagai anak asuh atau anak angkat oleh orang lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
6.        Berhak memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan sosial sesuai dengan kebutuhan fisik, mental, spiritual, dan sosial.
7.        Berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya.
8.        Khusus bagi anak yang menyandang cacat juga berhak memperoleh pendidikan luar biasa, sedangkan bagi anak yang memilki keunggulan juga berhak mendapatkan pendidikan khusus.
9.        Setiap anak berhak menyatakan dan didengar pendapatnya, menerima, mencari, dan memberikan informasi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya demi pengembangan dirinya sesuai dengan nilai-nilai kesusilaan dan kepatutan.
10.    Setiap anak berhak untuk beristirahat dan memanfaatkan waktu luang, bergaul dengan anak yang sebaya, bermain, dan berkreasi sesuai dengan minat, bakat, dan tingkat kecerdasannya demi perkembangan diri.
11.    Setiap anak yang menyandang cacat berhak memperoleh rehabilitasi, bantuan sosial, dan pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial.
12.    Setiap anak selama dalam pengasuhan orang tua, wali, atau pihak lain mana pun yang bertanggung jawab atas pengasuhan, berhak mendapat perlindungan dari perlakuan:
1)        Diskriminasi;
2)        Eksploitasi, baik ekonomi maupun seksual;
3)        Penelantaran;
4)        Kekejaman, kekerasan, dan penganiayaan;
5)        Ketidakadilan; dan
6)        Perlakuan salah lainnya.
Dalam hal orang tua, wali atau pengasuh anak melakukan segala bentuk perlakuan tersebut, maka pelaku dikenakan pemberatan hukum.
13.    Setiap anak berhak untuk diasuh oleh orang tuanya sendiri, kecuali ada alasan dan/atau aturan hukum yang sah menunjukkan bahwa pemisahan itu adalah demi kepentingan terbaik bagi anak dan merupakan pertimbangan terakhir;
14.    Setiap anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari:
1)        Penyalahgunaan dalam kegiatan politik;
2)        Pelibatan dalam sengketa bersenjata;
3)        Pelibatan dalam kerusuhan sosial;
4)        Pelibatan dalam peristiwa yang mengandung unsur kekerasan; dan
5)        Pelibatan dalam peperangan.
15.    Setiap anak berhak memperoleh perlindungan dari sasaran penganiayaan, penyiksaan, atau penjatuhan hukuman yang tidak manusiawi. Setiap anak berhak untuk memperoleh kebebasan sesuai dengan hukum. Penangkapan, penahanan, atau tindak pidana penjara anak hanya dilakukan apabila sesuai dengan hukum yang berlaku dan hanya dapat dilakukan sebagai upaya terakhir;
16.    Setiap anak yang dirampas kebebasannya berhak untuk:
1)        Mendapatkan perlakuan secara manusiawi dan penempatannya dipisahkan dari orang dewasa;
2)        Memperoleh bantuan hukum atau bantuan lainnya secara efektif dalam setiap tahapan upaya hukum yang berlaku; dan
3)        Membela diri dan memperoleh keadilan di depan pengadilan anak yang objektif dan tidak memihak dalam sidang tertutup untuk umum.
17.    Setiap anak yang menjadi korban atau pelaku kekerasan seksual atau yang berhadapan dengan hukum berhak dirahasiakan.
18.    Setiap anak yang menjadi korban atau pelaku tindak pidana berhak mendapatkan bantuan hukum dan bantuan lainnya.
Disamping hak-hak yang dijamin oleh undang-undang tersebut, anak-anak dan/atau termasuk anak angkat memiliki kewajiban-kewajiban sebagai kewajiban asasi yang juga harus dilaksanakan oleh seorang anak, yaitu bahwa setiap anak berkewajiban untuk:
1.        Menghormati orang tua, wali, dan guru;
2.        Mencintai keluarga, masyarakat, dan menyayangi teman;
3.        Mencintai tanah air, bangsa, dan negara;
4.        Menunaikan ibadah sesuai dengan ajaran agamanya; dan
5.        Melaksanakan etika dan akhlak yang mulia.[17]
F.    Peraturan yang Terkait Dengan Pengangkatan Anak
A.    Dasar Hukum Positif[18]
No
Perihal
Dasar Hukum
Rumusan
1
2
3
4
1
Pengertian anak angkat
Pasal 1 angka 9 Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
Yang dimaksud anak angkat adalah  anak yang haknya dialihkan dari lingkungan kekuasaan keluarga orang tua, wali yang sah, atau orang lain yang bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan, dan membersarkan snsk tersebut, ke dalam lingkungan keluarga orang tua angkatnya berdasarkan putusan atau penetapan pengadilan.
2
Pengertian pengangkatan anak
Penjelasan Pasal 47 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan
Yang dimaksud “pengangkatan anak” adalah perbuatan hukum untuk mengalihkan hak dari lingkungan kekuasan keluarga orang tua, wali yang sah, atau orang lain yang bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan, dan membesarkan anak tersebut, ke dalam lingkungan keluarga orang tua angkatnya berdasarkan putusan atau penetapan pengadilan.
3
Pengangkatan anak untuk kepentingan terbaik bagi anak
Pasal 39 Ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak



Pengangkatan anak hanya dapat dilakukan untuk kepentingan yang terbaik bagi anak dan dilakukan berdasarkan adat kebiasaan setempat dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.


Pasal 12 undang-undang RI nomor 4 tahun 1979 tentang kesejahteraan anak
(1)   Pengangkatan anak menurut adat dan kebiasaan  dilaksanakan dengan mengutamakan kepentingan kesejahteraan anak.
(2)   Kepentingan kesejateraan anak yang termasuk dalam (1) diatur lebih lanjut dengan peraturan daerah
(3)   Pengakatan anak untuk kepentingan

Pasal 57 Undang-Undang RI nomor 39 Tahun 1999 tentang hak asasi manusia
(1)   Setiap anak berhak dibesarkan, dipelihara, dirawat, dididik, diarahkan dan dibimbing kehidupannya oleh orang tua atau walinya sampai dewasa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
(2)   Setiap anak berhak untuk mendapatkan orang tua angkat atau wali berdasarkan putusan pengadilan apabila kedua orang tua telah meninggal dunia atau karena sebab yang sah tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai orang tua
(3)   Orang tua angkat atau wali sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) harus menjalankan kewajiban sebagai orang tua yang sesungguhnya
4
Pengangkatan anak harus seagama

Pasal 39 ayat (3) dan ayat (5) Undang-Undang RI nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak
(4)   calon orang tua angkat harus seagama  dengan agama yang dianut oleh calon anak angkat
(5)    Dalam hal usul anak tidak diketahui, maka agama anak disesuaikan dengan agama mayoritas penduduk setempat
Pasal 42 Undang-undang RI Nomor 23 tahun 2002 tentang perinlungan anak
(1)   Setiao anak mendapatkan perlindungan untuk beribadah menurut agamanya
(2)   Sebelum anak dapat menentukan pilihannya, agama yang dipeluk anak mengikuti agama orang tuanya

Pasal 6 Undang-Undang RI Nomor 39 Thun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
Setiap anak berhak untuk beribadah menurut agamanya, berpikir, dan berekspresi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya dalam bimbingan orang tua
Pasal 55 Undang-Undang RI Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
Setiap anak berhak untuk beribadah menurut agamanya, berpikir, dan berekspresi sesuai dengan tingkat intelektualitas dan usianya, dalam bimbingan orang tua dan/atau wali.
5
Pengangkatan anak tidak memutuskan hubungan darah
Pasal 39 ayat (2) Undang-Undang RI Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

Pengangkatan anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), tidak memutuskan hubungan darah antara anak yang diangkat dan orang tua kandunganya
Pasal 43 Undang-Undang RI Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan
Anak yang dilahirkan diluar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya
6
Pengangkatan anak kewenangan pengadilan agama
Pasal 49 Undang-Undang RI Nomor 3 Tahun 2006 tentang perubahan atas undang-undang nomor 7 tahun 1989 tentang peradilan agama
Pengadilan agama bertugas ddan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama islam di bidang :
a.       Perkawinan
b.      Waris
c.       Wasiat
d.      Hibah
e.       Wakaf
f.        Zakat
g.      Infaq
h.      Sedekah, dan
i.        Ekonomi syariah

Penjelasan pasal 49 huruf a Undang-undang RI nomor 3 tahun 2006
Yang dimaksud dengan perkawinan dalam hal-hal yang diatur dalam atau berdasarkan undang-undang mengenai perkawinan yang berlaku yang dilakukan menurut syariah, antara lain:
1.      …dst. Sampai dengan 19
20.  Penetapan asal usul seorang anak dan penetapan pengangkatan anak berdasrkan hukum islam
21. 
22. 
7
Pengangkatan anak oleh WNA sebagai ultimum remedium
Pasal 39 ayat (4) undang-undang RI nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
Pengangkatan anak oleh warga Negara asing hanya dapat dilakukan sebagai upaya akhir.
8
Kewajiban memberitahukan asal usul dan orang tua kandung
Pasal 40 undang-undang RI nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak
(1)   Orang tua angkat wajib memberitahukan kepada anak angkatnya mengenai asal usulnya dan orang tua kandung.
(2)   Pemberitahuan asal usul dan orang tua kadungnya sebagaimana di maksud ayat (1) dilakukan dengan memerhatikan kesiapan anak yang bersangkutan
9
Bimbingan dan pengawasan
Pasal 41 undang-undang RI nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak
(1)   Pemerintah dan masyarakat melakukan bimbingan dan pengawasan terhadap pelaksanaan pengakatan anak.
(2)   Ketentuan mengenai bimbingan dan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan peraturan pemerintah
10
Kewenangan pengangkatan anak WNI dan WNA
Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang RI nomor 12 tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia
Anak warga Negara Indonesia yang belum berusia 5 (lima) tahun diangkat secara sah sebagai anak oleh warga negara asing berdasrkan peneteapan pengadilan tetap diakui sebagai warga Negara Indonesia
Penjelasan pasal 5 ayat (2) undang-undang nomor 12 tahun 2006
Yang dimaksud dengan “pengadilan” adalah pengadilan negeri ditempat tinggal pemohon dalam hal pemohonan diajukan dalam wilayah Negara Republik Indonesia . bagi pemohon yang bertempat tinggal diluar wilayah negara Republik Indonesia yang dimaksud pengadilan adalah pengadilan sesuai dengan ketentuan Negara tempat tinggal pemohon.
11
Kewenangan pengakatan anak WNI dan WNA
Pasal 21 ayat (2) undang-undang RI nomor 12 tahun 2006 tentang kewarganegaraan Republik Indonesia
Anak warga Negara asing yang belum berusia 5 (lima) tahun yang diangkat secara sah menurut penetapan pengadilan sebagai anak oleh warga Negara Indonesia memperoleh kewarganegaraan Republik Indonesia
Penjelasan pasal 21 ayat (2) undang-undang nomor 12 tahun 2006
Yang dimaksud dengan ‘pengadilan’ adalah pengadilan negeri di tempat tinggal pemohon, bagi pemohon yang bertempat tinggal di wilayah Negara Republik Indonesia. Bagi pemohon yang bertempat tinggal di luar wilayah negeri Republik Indonesia yang dimaksud “pegadilan”  adalah pengadilan negeri Jakarta pusat 
Pasal 24 peraturan pemerintah nomor 2 tahun 2007 tentang tata cara memperoleh, kehilangan, pembatalan, dan memperoleh kembali kewarganegaraan Republik Indonesia

Anak warga Negara asing yang belum berusia 5 (lima) tahun yang diangkat secara sah menurut penetapan pengadilan sebagai anak oleh warga Negara Indonesia memperoleh kewarganegaraan Republik Indonesia
Penjelasan pasal 24 peraturan pemerintah nomor 2 tahun 2007
Yang dimaksud “pengadilan” adalah pengadilan negeri ditempat tinggal pemohon bagi pemohon yang bertempat tinggal di wilayah Negara Republik Indonesia. Bagi pemohon yang bertempat tinggal di luar wilayah Indonesia, yang dimaksud “pengadilan” adalah pengadilan Negeri Jakarta pusat
12
Pencatatan pengangkatan anak
Pasal 47 Undang-undang RI nomor 23 tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan
(1)   Pencatatan pengangkatan anak dilaksanakan berdasarkan penetapan pengadilan ditempat tinggal
(2)   Pencatatan pengangkatan anak sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) wajib dilaporkan oleh penduduk kepada instansi pelaksana yang menerbitkan kutipan akta kelahiran paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah diterimanya sakinan penetapan pengadilan oleh penduduk.
(3)   Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), pejabat pencatatan sipil membuat catatan pinggir pada register akta kelahiran dan kutipan akta kelahiran.
Pasal 48 undang-undang RI nomor 23 tahun 2006 tentang administrasi kependudukan

































(1)   Pencatatan anak warga Negara asing yang dilakukan oleh warga Negara Indonesia di luar wilayah Negara kesatuan Republik Indonesia wajib dicatatkan pada instansi yang berwenang di Negara setempat.
(2)   Hasil pencatatan pengangkatan anak sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) dilaporkan kepada perwakilan Republik Indonesia
(3)   Apabila Negara setempat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak menyelenggarakan pencatatan pengangkatan anak bagi warga Negara asing, warga Negara yang bersangkutan melaporkan kepada perwakilan Republik Indonesia setempat untuk mendapatkan surat keterangan pengangkatan anak.
(4)   Pengangkatan anak warga Negara asing sebagaimana dimaksud pada ayat (10 dan ayat (3) dilaporkan oleh penduduk kepada instansi pelaksanaan ditempat tinggalnya paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak yang bersangkutan kembali ke Republik Indonesia
(5)   Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), instansi pelaksaan mengukuhkan surat keterangan pengangkatan anak.


13
Sanksi keterlambatan melaporkan pengangkatan anak
Pasal 90 undang-undang RI Nomor 23 tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan
(1)   Setiap penduduk dikenai sanksi administrative berupa denda apabia melampaui batas waktu pelaporan peristiwa penting dalam hal:
a.       …..dst. sampai dengan huruf f;
g. pengangkatan anak sebagaimana dimaksud dalam pasal 47 ayat (2) atau pasal 48 ayat (4);
h. …..dst. sampai dengan huruf I;
(2) Denda administrasi dimaksud pada ayat (1) paling banyak RP 1.000.000,- ( satu juta rupiah )
(3) ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan denda administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam peraturan Presiden
B.     Dasar Hukum Islam[19]
1. Al-Qur’an dan Sunnah
1
Pengangkatan anak sebagai wujud menolong orang lain (ta’awun)

Al-Qur’an
Surat al-Maidah, 5
Ayat 2
Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan ketakwaan, dan janganlah tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.
Al-Qur’an
Surat al-Maidah, 5
Ayat 32
Dan barang siapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka ia seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia seluruhnya
Al-Qur’an
Surat al-Insan, 76
Ayat 8
Dan mereka memberi makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim, dan orang-orang yang ditawan
Al-Qur’an
Surat al-Ma’un, 107
Ayat 1-3
Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? Itulah orang yang mengahrdik anak yatim, dan tidak menolong memberi makan orang miskin
2
Pengangkatan anak terhadap anak beragama islam hanya boleh dilakukan oleh orang tua angkat beragama islam.
Al-Qur’an
Surat at-Tahrim, 66
Ayat 6
Hai orang-orang beriman peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka…
3
Anak angkat harus dipanggil dengan nama ayah kadungnya
Al-Qur’an
Surat al-Ahzab, 33
Ayat 4

Allah sekali-kali tidak menjadikan bagi seseorang dua buah hati dalam rongganya, dan Dia tidak menjadikan istri-istrimu yang kamu zihar itu sebagai ibumu, dan Dia tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak kandungmu (sendiri). Yang demikian itu hanyalah perkataanmu di mulutmu saja. Dan Allah mengatakan yang sebenarnya dan Dia menunjukkan jalan(yang benar).
Al-Qur’an
Surat al-Ahzab, 33
Ayat 4
Panggillah mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak mereka; itulah yang lebih adil pada sisi Allah, dan jika kamu tidak mengetahui bapak-bapak mereka, maka (panggillah mereka sebagai) saudara-saudaramu seagama dan maula-maulamu. Dan tidak ada dosa atasmu terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa yang disengaja oleh hatimu. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Al-Qur’an
Surat al-Ahzab, 33
Ayat 40
Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi. Dan adalah Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.
4
Larangan menasabkan anak angkat kepada ayah angkatnya
Hadits riwayat Bukhari Muslim

Dari Abu Dzar r.a, bahwa ia mendengar Rasulullah SAW. Bersabda : tidak seorang pun yang mengakui (membangsakan diri) kepaa orang yang bukan bapak yg sebenernya, sedangkan ia mengetahui benar bahwa orang itu bukan ayahnya, melainkan ia telah kufur. Dan barang siapa yang telah melakukan hal itu, maka bukan dasri golongan kami (kalangan kaum muslimin), dan hedaklah dia menyiapkan sendiri tempatnya didalam api neraka.
Hadits riwayat Muslim
Dari Abi Usama ia berkata : tatkala Zaid dipanggil bahwa ia telah dijadikan anak angkat, maka aku pergi menemui Abu Bakhrah, lalu aku berkata kepadanya: apa yang kalian lakukan ni? Bahwa aku telah mendengar Sa’ad bin Abi Waqqash berkata: kedua telinga ku telah mendengar dari Rasulullah SAW. Bersabda: barang siapa mengakui (membangsakan) seorang ayah selain ayahnya dalam islam, sedang ia tahu bahwa itu bukan ayahnya, maka haram baginya surge.
Hadits riwayat Bukhari
Barang siapa yang mendakwakan dirinya sebagai anak dari seorang yang bukan ayahnya, maka kepadanya ditimpakan laknat Allah, para malaikat dan manusia seluruhnya, keaqlak pada hari kiamat Allah tidak menerima darinya amalan-amalannya dan kesaksiannya.
5
Anaka angkat bukan mahram orang tua angkat dan saudara angakatnya

Al-Qur’an
Surat al-Ahzab, 33
Ayat 37

Dan (ingatlah), ketika kamu berkata kepada orang yang Allah telah melimpahkan nikmat kepadanya dan kamu (juga) telah memberi nikmat kepadanya: "Tahanlah terus isterimu dan bertakwalah kepada Allah", sedang kamu menyembunyikan di dalam hatimu apa yang Allah akan menyatakannya, dan kamu takut kepada manusia, sedang Allah-lah yang lebih berhak untuk kamu takuti. Maka tatkala Zaid telah mengakhiri keperluan terhadap istrinya (menceraikannya), Kami kawinkan kamu dengan dia supaya tidak ada keberatan bagi orang mukmin untuk (mengawini) isteri-isteri anak-anak angkat mereka, apabila anak-anak angkat itu telah menyelesaikan keperluannya daripada isterinya. Dan adalah ketetapan Allah itu pasti terjadi.
6
Larangan melihat aurat dan berkhalwat karena bukan mahram
Al-Qur’an
Surat An-nur, 24
Ayat 30
Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat".
Al-Qur’an
Surat An-Nur, 24
Ayat 31
Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinyua agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.
Hadits riwayat Bukhari Muslim
Dari Abdullah bin Abbas, Rasulullah SAW bersabda : janganlah berduaan salah seorang kamu dengan wanita kecuali bersama mahramnya
7
Anak angkat yang tidak diketahu orang tua kandungnya
Al-Qur’an
Surat al-Ahzab, 33
Ayat 5
anggilah mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak mereka; itulah yang lebih adil pada sisi Allah, dan jika kamu tidak mengetahui bapak-bapak mereka, maka (panggilah mereka sebagai) saudara-saudaramu seagama dan maula-maulamu. Dan tidak ada dosa atasmu terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa yang disengaja oleh hatimu. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang
8
Anak angkat bukan ahli waris

Al-Qur’an
Surat an-Nisa, 4
Ayat 7
Bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, dan bagi orang wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bahagian yang telah ditetapkan.
Al-Qur’an
Surat al-Anfal, 8
Ayat 75
Orang-orang yang mempunyai hubungan kerabat itu sebagiannya lebih berhak terhadap sesamanya (daripada yang bukan kerabat) di dalam kitab Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.
9
Wasiat wajibah antara anak angkat dengan orang tua angkat
Al-Qur’an
Surat al-Maidah,5
Ayat 2
Hai orang-orang yang beriman, apabila salah seorang kamu menghadapi kematian, sedang dia akan berwasiat, maka hendaklah (wasiat itu) disaksikan oleh dua orang yang adil di antara kamu,
Al-Qur’an
Surat az-Zariyah, 51
Ayat 19
 Dan janganlah kamu mengadakan tuhan yang lain disamping Allah. Sesungguhnya aku seorang pemberi peringatan yang nyata dari Allah untukmu.
Hadits riwayah Bukhari
Dari Saad Abi Waqqas: aku menderita sakit kemudian Nabi SAW. Mengunjungi dan aku tanyakan:”wahai RasulullahSAW berdoalah taun kepada Allah semoga dia tidak menolak ku”. Beliau bersabda” semoga Allah meniggikan (derajat)mu, dan manusia lain akan memperoleh manfaat dari kamu”. Aku bertanya “aku ingin mewasiatkan harta ku separuh, namun aku ada seorang anak perempuan”. Beliau menjawab: “separuh itu banyak”. Aku bertanya (lagi): “sepertiga?” Beliau menjawab: “sepertiga, sepertiga adalah banyak atau besar”. Beliau bersabda :” orang-orang berwasiat sepertiga, dan yang demikian itu boleh bagi mereka”.


10
Perbuatan hukum pengangkatan anak bagi orang islam tidak boleh bertentangan dengan hkum islam
Al-Qur’an
Surat al-Ahzab, 33
Ayat 36
Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata.

2.      Kompilasi Hukum Islam
NO
Perihal
Dasar Hukum
Rumusan
1
2
3
4
1
Pengertian
anak angkat
Pasal 171 huruf h Kompilasi Hukum Islam
Anak angkat adalah anak yang dalam hal pemeliharaan untuk hidupnya sehari-hari, biaya pendidikan dan sebagainya beralih tanggung jawabanya dari orang tua asal kepada orang tua angkatnya berdasarkan putusan pengadilan.
2
Wasiat wajibah antara anak angkat dan orang tua angkatnya
Pasal 209 Kompilasi Hukum Islam
(1)   Harta peninggalan anak angkat dibagi berdasrkan pasal 176 sampai dengan pasal 193 tersebut diatas, sedangkan terhadap orang tua angkat yang tidak menerima wasiat diberi wasiat wajibah sebanyak-banyaknya 1/3 dari harta waris orang tuanya
(2)   Terhadap anak angkat yang tidak menerima wasiat diberi wasiat wajibah sebanyak-banyaknya 1/3 dari harta warisan orang tuanya.
3
Nasab anak diluar perkawinan
Pasal 100 Kompilasi Hukum Islam
Anak yang lahir diluar perkawinan hanya mempunyai hubungan nasab dengan ibunya dan keluarga ibunya

Selain itu, pada bab ini akan diketengahkan beberapa kaidah fikih yang kira-kira akan berkaitan dalam memberikan penetapan atau putusan terhadap perkara pengangkatan anak dipengadilan agama sebagai berikut:
1.
Al-umuru maqasidiha
Setiap perkara itu menurut maksudnya
2.
Ad-dararu yuzatu
Kemudharatan itu harus dihilangkan
3.
Al-adatu muhakkamatun
Adat itu bisa diteteapkan sebagai hukum
4.
Jalbu al-masalihi wa dal’I al’mafasidi
Meraih segala sesuatu yang maslahat, dan menolak semua hal yang mafsadat
5.
Tasarrufu al-imami ala ar-ra’iyyati manutun bi al-maslahati
Kebijakan penguasa (hakim) kepada rakyatnya berdasarkan pertimbangan kemaslahatan
6.
Ar-rida bi al-syay’i rida bima yatawalladu minhu
Rela akan sesuatu berarti rela pula akan akibatnya
7.
Al-muta’addi afdalu min al-qasiri
Perbuatan yang mencakup kepentingan orang lain lebih utama dari pada yang hanya sebatas kepentingan sendiri
8.
Al-wilayatu al-khassatu aqwa min al-wilayati al-ammata
Kekuasaan yang khusus lebih kuat daripada kekuasaan yang umum
9.
Hukmu al-hakimi fi masaili al-ijtihadi yarfa’u al-khilafi
Keputusan hakim dalam ijtihad dapat menghilangkan persengekataan
10.
Al-hukmu yatba’u al-maslahata al-rajihata
Hukum itu mengikuti kemaslahatan yang kuat
11.
Dar’u al-mafasidi awla min jalbi al-masalihi
Menolak mafsadat lebih diutamakan daripada menarik maslahat
















BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
·         Secara etimologi, ada beberapa istilah yang dikenal dalam pengangkatan anak di Indonesia. Pengangkatan anak sering disebut juga dnegan istilah adopsi, yang dalam bahasa inggris disebut adoption. dan dalam bahasa Belanda disebut adoptie yang artinya pengangkatan seorang anak atau pemungutan seorang anak.
·         Secara terminologi, pengertian pengangkatan anak dapat ditinjau dari beberapa tinjuan, yaitu:
Ø  Hukum Adat
Hilman Hadi Kusuma, S.H, dalam bukunya “Hukum Perkawinan Adat”: “Anak angkat adalah anak orang lain yang dianggap anak sendiri oleh orang tua angkat dengan resmi menurut hukum adat setempat, dikarenakan tujuan untuk kelangsungan keturunan dan atau pemeliharaan atas harta kekayaan rumah tangga.”
Ø  Hukum Islam
Menurut Mahmud Shaltut dalam kitabnya al-Fatawa. Mengemukakan dua macam definisi, yaitu: Pertama: Penyatuan seseorang terhadap anak yang diketahuinya bahwa ia sebagai anak orang lain ke dalam keluarganya. Ia diperlakukan sebagai anak dalam segi kecintaan, pemberian nafkah, pendidikan dan pelayanan dalam segala kebutuhannya, bukan diperlakukan sebagai anak nasabnya sendiri; Kedua: yakni yang dipahamkan dari perkataan “tabanni” (mengangkat anak secara mutlak). Menurut syariat adat dan kebiasaan yang berlaku pada manusia. Tabanni ialah memasukkan anak yang diketahuinya sebagai orang lain ke dalam keluarganya, yang tidak ada pertalian nasab kepada dirinya, sebagai anak yang sah, tetapi mempunyai hak dan ketentuan hukum sebagai anak
Ø  Hukum Positif
Dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Pasal 1 butir 9 memberikan pengertian bahwa anak angkat adalah anak yang haknya dialihkan dari lingkungan kekuasaan keluarga orang tua, wali yang sah, atau orang lain yang bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan, dan membesarkan anak tersebut, ke dalam lingkungan keluarga orang tua angkatnya berdasarkan putusan atau penetapan pengadilan
·       Macam-macam Pengangkatan Anak Dilihat dari kewarganegaraan orang tua angkat, pengangkatan anak dibedakan menjadi dua macam, yaitu pengangkatan anak antar Warga Negara Indonesia (domestic adoption) dan pengangkatan anak internasional (intercountry adoption). Domestic adoption adalah pengangkatan anak yang dilakukan oleh orang tua angkat WNI terhadap anak angkat WNI. Sedangkan intercountry adoption adalah pengangkatan anak, yang dilakukan oleh orang tua angkat WNI terhadap anak angkat WNA atau pengangkatan anak yang dilakukan oleh orang tua angkat WNA terhadap anak angkat WNI.
·         Tujuan Pengangkatan Anak. Undang-undang No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, secara tegas menyatakan bahwa tujuan pengangkatan anak, motivasi pengangkatan anak hanya dapat dilakukan untuk kepentingan yang terbaik bagi anak dan dilakukan berdasarkan adat kebiasaan setempat dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Ketentuan ini sangat memberikan jaminan perlindungan bagi anak yang sifatnya memang tergantung dari orang tuanya.
·         Akibat Hukum Pengangkatan Anak
Ø  Terhadap Perwalian Anak Angkat
Ø  Terhadap Pengasuhan dan Pengangkatan Anak
Ø  Terhadap Penyelenggaraan Perlindungan Terhadap Anak Angkat
·         Hak dan Kewajiban dalam Pengangkatan Anak
Anak angkat dan anak-anak lain pada umumnya adalah amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang dalam dirinya melekat hak-hak sebagai anak dan harkat serta martabat sebagai manusia seutuhnya, melekat hak-hak yang perlu dihormati dan dijunjung tinggi oleh orang tua angkatnya dan masyarakat pada umumnya. Seperti halnya hak untuk hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
Disamping hak-hak yang dijamin oleh undang-undang tersebut, anak-anak dan/atau termasuk anak angkat memiliki kewajiban-kewajiban sebagai kewajiban asasi yang juga harus dilaksanakan oleh seorang anak, seperti Menghormati orang tua, wali, dan guru.
·         Peraturan Peundang-undangan yang Terkait Dengan Pengangkatan Anak
Ø Dasar Hukum Positif
1.         Pasal 1 angka 9 Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
2.         Penjelasan Pasal 47 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan
3.         Pasal 39 Ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
4.         Pasal 39 ayat (3) dan ayat (5) Undang-Undang RI nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak
5.         Pasal 39 ayat (2) Undang-Undang RI Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
6.         Pasal 49 Undang-Undang RI Nomor 3 Tahun 2006 tentang perubahan atas undang-undang nomor 7 tahun 1989 tentang peradilan agama
7.         Pasal 39 ayat (4) undang-undang RI nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
8.         Pasal 40 undang-undang RI nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak
9.         Pasal 41 undang-undang RI nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak
10.     Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang RI nomor 12 tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia
11.     Pasal 21 ayat (2) undang-undang RI nomor 12 tahun 2006 tentang kewarganegaraan Republik Indonesia
12.     Pasal 47 Undang-undang RI nomor 23 tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan
13.     Pasal 90 undang-undang RI Nomor 23 tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan
Ø  Dasar Hukum Islam
1.  Al-Qur’an Surat al-Maidah (5) Ayat 2 & 32.
2.  Al-Qur’an Surat al-Insan (76) Ayat 8.
3.  Al-Qur’an Surat al-Ma’un (107) Ayat 1-3.
4.  Al-Qur’an Surat at-Tahrim (66) Ayat 6.
5.  Al-Qur’an Surat al-Ahzab (33) Ayat 4, 5, 36, 37, 40.
6.  Al-Qur’an Surat An-nur (24) Ayat 30, 3.
7.  Al-Qur’an Surat an-Nisa (4) Ayat 7.
8.  Al-Qur’an Surat al-Anfal (8) Ayat 75.
9.  Al-Qur’an Surat az-Zariyah (51) Ayat 19.
Ø  Kompilasi Hukum Islam
1.    Pasal 171 huruf h Kompilasi Hukum Islam.
2.    Pasal 209 Kompilasi Hukum Islam.
3.    Pasal 100 Kompilasi Hukum Islam.







DAFTAR PUSTAKA

 Abdurrahman. 2010. Kompilasi Hukum Islam Di Indonesia. Bandung: Akademika Pressindo.
Abdussalam. 2016. Hukum Perlindungan Anak. Jakarta: PTIK.
Ahmad Kamil dan M. Fauzan. 2008. Hukum Perlindungan dan Pengangkatan Anak di Indonesia. Jakarta: Rajagrafindo Persada.
Alam, Andi Syamsu. 2008. Hukum Pengangkatan Anak Perspektif Islam. Jakarta: Kencana Prenada Media Grup.
Atabik Ali dan Ahmad Zuhdi Muhdlor. 1999. Kamus Kontemporer Arab Indonesia. Yogyakarta: Multi Karya Grafika.
Departemen Pendidikan Nasional. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Gramedia.
Echols, John M. 2010. An English-Indonesian Dictionary. Jakarta: Gramedia.
Mahjuddin. 2012. Masail Al-Fiqh: Kasus-kasus Aktual dalam Hukum Islam. Jakarta: Kalam Mulia.
Suharto, “Hak Waris Anak Angkat Menurut Hukum Islam Di Indonesia”, Isti’dal: Jurnal Studi Hukum Islam, Vol. 1, No. 02, (Desdember, 2014).
Sy, Musthofa. 2008. Pengangkatan Anak Kewenangan Pengadilan Agama. Jakarta: Kencana.
Syaltut, Mahmud. 2001. al-Fatawa. Kairo: Dar al-Syouruq.
Zaini, Muderis. 2002. Adopsi Suatu Tinjauan dari Tiga Sistem Hukum. Jakarta: Sinar Grafika.


[1] John M. Echols, An English-Indonesian Dictionary, (Jakarta: Gramedia, 2010), h., 13.
[2] Mahjuddin, Masail Al-Fiqh: Kasus-kasus Aktual dalam Hukum Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2012), h., 96. Lihat juga Musthofa Sy, Pengangkatan Anak Kewenangan Pengadilan Agama, (Jakarta: Kencana, 2008), h., 9.
[3] Atabik Ali dan Ahmad Zuhdi Muhdlor, Kamus Kontemporer Arab-Indonesia, (Yogyakarta: Multi Karya Grafika, 1999), h., 402.
[4] Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Gramedia, 2008), h., 11.
[5] Musthofa Sy, Pengangkatan Anak Kewenangan Pengadilan Agama, h., 9.
[6] Muderis Zaini, Adopsi Suatu Tinjauan dari Tiga Sistem Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2002), h., 5.
[7] Mahmud Syaltut, al-Fatawa, (Kairo: Dar al-Syouruq: 2001), h., 322
[8] Mahjuddin, Masail Al-Fiqh: Kasus-kasus Aktual dalam Hukum Islam, h., 96.
[9] Abdussalam, Hukum Perlindungan Anak, (Jakarta: PTIK, 2016), h., 237.
[10] Suharto, “Hak Waris Anak Angkat Menurut Hukum Islam Di Indonesia”, Isti’dal: Jurnal Studi Hukum Islam, Vol. 1, No. 02, (Desdember, 2014), h., 110.
[11] Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam Di Indonesia, (Bandung: Akademika Pressindo, 2010), h., 156.
[12] Musthofa Sy, Pengangkatan Anak Kewenangan Pengadilan Agama, h., 42-43.
[14] Abdussalam, Hukum Perlindungan Anak, h., 245.
[16] Ahmad Kamil dan M. Fauzan, Hukum Perlindungan dan Pengangkatan Anak di Indonesia, h., 75-77.
[17] Andi Syamsu Alam, Hukum Pengangkatan Anak Perspektif Islam, h., 218.
[18] Musthofa Sy, Pengangkatan Anak Kewenangan Pengadilan Agama, h., 159-163.
[19] Musthofa Sy, Pengangkatan Anak Kewenangan Pengadilan Agama, h., 163-167.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar