Rabu, 27 Maret 2019

Makalah Instrumen HAM Internasional


BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang

            Dapat dikatakan perkembangan instrumen internasional hak asasi manusia, mengalami kemajuan yang sangat pesat di bawah Perserikatan Bangsa-Bangsa. Instrumen ini meliputi perjanjian internasional, baik berupa Kovenan, Konvensi dan Statuta, serta standar-standar internasional lainnya, tidak terbatas pada deklarasi, proklamasi, kode etik, aturan bertindak (code of conduct), prinsip-prinsip dasar, dan rekomendasi.
            Penilaian terhadap prosesnya, terutama ditunjukkan kepada persoalan penyusunan instrumen yang terkesan tidak terkoordinasi secra maksimal, lebih ditentukan secara insidentil-menurut kuat dan lemahnya tekanan Negara Pihak dan kepentingan politik. Selain itu, faktor keahlian (pengetahuan) dan dukungan keterampilan teknis individual yang terlibat dalam proses penyusunan instrumen juga memberikan konstribusi penting terhadap kualitas instrumen dan lama waktu penyusunannya. Walaupun tentu saja menghadapi tantangan dan hambatan dalam penyusunan instrumen internasional ini, dapat disimpulkan lembaga-lembaga PBB yang memberikan perhatian dibidang perlindungan hak asasi manusia, dengan dukungan komunitas internasional, telah melaksanakan fungsinya dengan mengesankan.
            Kemajuan yang mengesankan dalam tataran normatif, setiap tahun bertambah negara menjadi Negara Pihak, yang mengikatkan diri, meratifikasi perjanjian internasional, sehingga hukum internasional mempunyai kekuatann hukum didalam sistem hukum domestik (nasional). Dengan demikian, negara yang bersangkutan telah menerima obligasi (kewajiban) masyarakat internasional untuk mempromosikan, menghormati, melindungi, dan memenuhi – memfasilitasi dan menyediakan – hak asasi dan kebebasan-kebebasan fundamental manusia yang fundamental. Termasuk juga menerima kewajiban untuk menyerahkan laporan awal (initial report) dan laporan periodik secara reguler kepada institusi pengawas (Komite) dalam rangka mekanisme dan prosedur pengawasan yang dimandatkan instrumen internasional hak asasi manusia.
            Komite yang diberikan mandat melakukan pengawasan, dalam praktiknya telah mendorong dialog dengan perwakilan Negara Pihak, serta memberikan banyak rekomendasi terhadap situasi dan kondisi, tidak hanya secara yuridis (de jure), melainkan juga secara praktik (de facto) dalam memperbaiki atau meningkatkan pemenuhan hak-hak asasi. Selain prosedur pengawasan yang dibentuk lewat perjanjian internasional, PBB juga terus mengembangkan prosedur-prosedur yang bertujuan untuk perlindungan korban dan penghukuman para pelaku kejahatan hak asasi manusia, termasuk mengembangkan sistem pertanggung jawaban pelaku non-negara (non state actors) yang mencakup korporasi atau perusahaan trans/multi nasional, yang operainya seringkali-jika tidak dikatakan selalu- berpengaruh pada pemenuhan hak asasi manusia, terutama hak-hak ekonomi, sosial dan budaya (hak ekosob).[1]

A.    Rumusan Masalah

1.      Apa yang dimaksud instrumen HAM internasional?
2.      Apa saja yang termasuk instrumen umum dalam instrumen HAM internasional?
3.      Apa saja yang termasuk instrumen khusus dalam instrumen HAM internasional?

Tujuan

            Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah mencoba untuk memberikan informasi kepada rekan-rekan kami pada khususnya dan kepada masyarakat pada umumnya tentang instrumen HAM internasional.

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Instrumen HAM Internasional

            Secara etimologi Instrumen adalah alat yang dipakai untuk mengerjakan sesuatu (Seperti alat yang dipakai oleh pekerja teknik, alat-alat kedokteran, optik dan kimia).[2] Sedangkan Hak Asasi Manusia secara etimologi adalah hak yang dilindungi secara internasional (yaitu deklarasi PBB declaration of human right), seperti hak untuk hidup, hak kemerdekaan, hak untuk memiliki, hak untuk mengeluarkan pendapat.[3] Sedangakan Internasional secara etimologi adalah menyangkut bangsa atau negeri seluruh dunia.[4] Jadi, secara etimologi Instrumen HAM Internasional adalah alat yang digunakan untuk melindungi Hak Asasi Manusia di seluruh negeri di dunia.

B.     Instrumen Umum dalam Instrumen HAM Internasional

            Setelah pengadopsian Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), maka dibuatlah rencana, untuk menyusun the bill of human rights, yang dimandatkan kepada sebuah komisi untuk promosi hak-hak asasi manusia. Saat itu muncul dua aliran, tentang sifat daya ikat keberlakuan aturan tentang hak asasi manusia, yang nantinya disusun oleh komisi. Amerika Serikat, merupakan pendukung utama, aliran aturan hukum yang sifatnya tidak mengikat, dalam bentuk yang misalnya dirumuskan dalam sebuah deklarasi. Sebaliknya, aliran yang disukung negara-negara Eropa, cenderung mendukung perumusan aturan hukum hak asasi manusia yang sifat kewajibannya mengikat (legally binding).
            Setelah terjadi kompromi akhirnya disepakati dokumen “the bill of rights” akan disusun dalam 3 elemen pokok, yakni deklarasi dan dua perjanjian dan sistem pengawasan internasional. Keputusan ini dimuat dalam Revolusi Majelis Umum 217 (III), 10 Desember 1948. Majelis Umum meminta Komisi Hak Asasi Manusia untuk merumuskan Kovenan dan sistem pengawasannya.
            PBB menetapkan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM), yang iadopsi Majelis Umum (General Assembly) pada 10 Desember 1948 yang kemudian 10 Desember diperingati menjadi hari hak asasi manusia sedunia. Saat sidang umum, 48 negara menyatakan persetujuannya terhadap Deklarasi sementara (hanya) 8 negara tidak menyatakan penolakan atau persetujuannya (abstain). Sebagai catatan, kritik yang dilontarkan terhadap “keuniversalan” dokumen ini, antara lain berdasarkan fakta bahwa hanya 48 negara yang menyetujuinya.
            Menurut Van Boven, rumusan isi DUHAM disusun berdasarkan prinsip-prinsip kebebasan, persamaan dan persaudaraan yang berasal dai revolusi Perancis. Walaupun tidak diabaikan, DUHAM agak kurang menaruh bobot perlatian terhadap sifat kolektivitas dan hak-hak ekonomi, sosial, dan budaya secara kolektif. Deklarasi lebih mengakomodasi hak-hak individualistis, dengan bukti, hampir semua Pasal, dimulai dengan kata “setiap orang” berhak atau mempunyai hak.
            Walaupun mendapat sejumlah kritik, DUHAM telah menjadi dokumen yang dimanfaatkan dalam forum politik dan yuridis, serta dijadikan referensi pokok dalam penyusunan perjanjian internasional hak asasi manusia di level regional seperti Konvensi Eropa, Konvensi Amerika dan Piagam Eropa. Demikian juga, DUHAM telah menjadi referensi penting dalam perumusan klausula hak asasi manusia, di level konstitusi/undang-undang dasar nasional. Bahkan, Deklarasi, digunakan oleh bangsa-bangsa yang menuntut kemerdekaan, bebas dari praktik penjajahan/kolonial, serta digunakan dalam perjuangan menentang praktik diskriminasi rasial.
            Karena perkembangan tersebut, maka DUHAM telah menjadi bagian dari hukum kebiasaan, mempunyai sifat dokumen yang mengikat secara politis, serta status pengikatannya perlahan-lahan menjadi tidak ditolak negara-negara anggota PBB, khususnya karena keterlibatan negara-negara dunia ke-3 dalam proses perumusannya. DUHAM ini telah menjadi “common standard of achievement” atau “un ideal commun a atteindre”. Terutama sejak 1968, perwakilan pemerintah tidak kurang 100 negara berbicara dan merumuskan Proklamasi Teheran, yang menegaskan secara aklamasi bahwa DUHAM diposisikan sebagai dokumen yang memuat pengertian bersama bangsa-bangsa di dunia mengenai hak-hak yang tidak dapat dicabut dan diganggu gugat dari manusia dan merupakan kewajiban bagi anggota masyarakat internasional.
            Proklamasi Teheran tersebut, diadopsi negara-negara peserta Konferensi Internasional untuk Hak-Hak Asasi Manusia, yang diselenggarakan bertepatan dengan 20 tahun kehadiran DUHAM dan penetapan Tahun Internasional untuk Hak Asasi Manusia. Dokumen ini dirumuskan dengan mempertimbangkan penilaian negara-negara terhadap situasi dan kondisi politik, ekonomi dan kebudayaan – yang menjadi perhatian selama penyelenggaraan Konferensi, 22 April – 13 Mei 1968 – untuk selanjutnya dikaitkan dengan norma-norma internasional hak asasi manusia yang telah ada. Karenanya, isis proklamasi memuat perhatian seperti, terhadap masalah politik apartheid – pembedaan warna kulit – diskriminasi rasial, kolonialisme, konflik bersenjata, serta problem kesenjangan ekonomi antara Negara Maju (Kaya) dengan Negara Ke-3 (Miskin). Para perwakilan negara, yang mengikuti Konferensi ini, juga memberikan perhatian khusus terhadap problem buta huruf dan diskriminasi terhadap perempuan, serta partisipasi generasi muda dalam membentuk masa depan umat manusia.[5]
            Dalam instrumen umum terdapat 2 kovenan internasional, yaitu: Kovenan Internasional tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya dan Kovenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik.

1.      Kovenan Internasional tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya

            Perjanjian internasional ini, terdiri dari 5 bab, dan 31 Pasal yang memuat jaminan perlindungan hak-hak ekonomi, sosial dan budaya (Ekosob), mulai dari hak untuk bekerja dan mendapatkan pekerjaan, hingga hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan budaya.
            Berbeda dengan Kovenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik, serta perjanjian internasional pokok lainnya, Kovenan Ekosob tidak memandatkan pembentukan sebuah badan pengawas berdasarkan perjanjian ini, tetapi dibentuk berdasarkan Resolusi Dewan Ekonomi dan Sosial. Komite ini memeriksa laporan yang disampaikan Negara Pihak.
            Negara pihak wajib menyampaikan laporan pertamanya, 2 tahun setelah meratifikasi Kovenan Ekosob. Selanjutnya 5 tahun secara reguler (periodik) perihal obligasi negara yang bersangkutan dalam promosi, perlindungan dan pemenuhan hak-hak ekosob sebagaimana dicantumkan dalam kovenan. Komite, setelah memeriksa akan menyampaikan rekomendasi dalam bentuk hasil kesimpulan pengamatannya “Concluding Observations”.
            Selain memeriksa laporan Negara Pihak, Komite juga mempublikasikan interpretasi atas Pasal-pasal Kovenan dalam bentuk “komentar umum” (general comment). Komentar Umum pertama, dikeluarkan pada 1989, tentang interpretasi tentang pelaporan oleh Negara Pihak. Hingga 24 November 2005, komite telah mengadopsi Komentar Umum No. 18 yang menginterpretasikan Pasal 16 Kovenan tentang hak untuk bekerja.
            Komite tidak berwenang untuk memeriksa pengaduan individual. Namun demikian saat ini sedang dibahas sebuah protokol opsional yang memungkinkan untuk mekanisme ini.

Perlindungan Internasional dari Hak-hak Ekonomi dan Sosial

Organisasi Buruh Internasional – International Labor Organisation (LSO)
            Sejak pembahasan Perjanjian Damai Versailles, gagasan pembentukan organisasi buruh internasional sudah muncul dan didorong secara serius. Perjanjian ini kemudian dalam Bab XIII mencantumkan Statua organisasi buruh internasional ILO. Lembaga ini kemudian mulai bekerja pada 1919 dan sampai saat ini telah banyak mengadopsi instrumen internasional dibidang perburuhan. Dengan demikian, ILO merupakan satu-satunya organisasi sebelum Perang Dunia II atau sebelum PBB terbentuk, yang menetapkan instrumen internasional guna menjamin hak-hak ekonomi dan sosial.
            Agar instrumen internasional yang diadopsi ILO dapat memecahkann masalah perbedaan sistem politik serta perbedaan kondisi ekonomi di semua negara, maka Konstitusi ILO dengan tegas menyatakan bahwa dalam perumusan Konvensi atau Rekomendasi ILO harus memperhatikan negara-negara dengan iklim dan perkembangan struktur industri yang belum sempurna atau keadaan khusus negara-negara di dunia.
            Norma yang fleksibel, misalnya dapat dilihat dari Konvensi ILO No. 102 (1952) tentang aturan minimum mengenai jaminan sosial dan Konvensi No. 121 (1964) tentang pembayaran ketidakmampuan bekerja, serta Konvensi ILO No. 128 (1967) tentang pembayaran penderita cacat, usia lanjut dan anggota keluarga yang terdekat. Selain itu, ILO juga merumuskan norma dengan model opsi, dimana Negara Pihak dapat menerapkan salah satu pilihan seperti dimuat dalam Konvensi ILO No. 98 (1949) tentang kantor perantara pekerjaan. Selain itu, ILO juga menetapkan rekomendasi-rekomendasi –yang tidak menyebabkan munculnya kewajiban yuridis- untuk digunakan semua negara sebagai pedoman. Sebagai tambhaan, ILO juga seringkali menggunakan terminologi kualitatif, seperti “taraf penghidupan yang layak” yang isinya dapat dimaknai dan dijabarkan masing-masing negara sepanjang tidak melanggar hak-hak asasi manusia.
            Sejak awal ILO mengupayakan perumusan norma-norma yang universal, sehingga walaupun terdapat norma-norma yang berlaku secara regional ataupun nasional, yang bertentangan dengan norma yang diadopsi ILO maka lembaga ini akan menggunakan norma universal sebagai alat ukurnya.
2.      Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik
            Secara umum, Kovenan Sipil terdiri dari Mukadimah dan 6 nagian isi, yakni: Bagian I, sekaligus Pasal 1 yang memuat hak untuk menentukan nasib sendiri; Bagian II terdiri dari 4 ketentuan umum; Bagian ke III, Pasal-pasal tentang jaminan kebebasan fundamental, hak-hak sipil dan hak-hak politik; Bagian IV memuat sistem pengawasan yang dilakukan oleh Komite Hak Asasi Manusia; Bagian V memuat 2 pasal tentang Interpretasi; bagian terakhir, Bagian VI, memuat Pasal-pasal penutup termasuk penandatanganan dan ratifikasi.
            Rumusan pasal 1 telah didiskusikan sejak 1955, pada masa semangat dekolonisasi merebak seantero dunia. Jika diperhatikan, kalimat pada pasal 1 ini, ditunjukkan pada jaminan hak untuk bangsa, bukan hak untuk negara, sebagai subyek hukum internasional. Sejak awal perumusannya, Pasal ini mempunyai 2 penafsiran: hak penentuan nasib sendiri sebagai respon terhadap kekuasaan Asing (eksternal), dan; sebagai respon terhadap kekuasaan nasional seperti penguasa atau rezim otoritarian/totalitarian yang merepsesi kebebasan penduduk dan insan pribadai (internal). Sebagai tambahan, hak ini – merupakan satu-satunya hak kolektif yang dicantumkan dalam Kovenan Sipol.
            Dalam ketentuan umum (Bagian II) dimuat rumusan yang memberikan obligasi (kewajiban) Negara Pihak: Pertama, untuk menghormati dan memastikan pemenuhan hak asasi tanpa pembedaan (diskriminasi) berdasarkan apapun. Negara pihak juga diwajibkan untuk mengupayakan perbaikan yang efektif jika terjadi kejahatan hak asasi manusia termasuk memberikan reparasi kepada korban, melalui mekanisme yudisial (hukum), adaministratif atau bersifat legasi, termasuk memastikan otoritas (lembaga) negara yang berkompeten untuk memenuhi reparasi bagi semua korban kejahatan hak asasi yang dimuat dalam Kovenan ini.
            Kedua, Negara Pihak diwajibkan mengupayakan persamaan hak antara laki-laki dan perempuan dalam menikmati jaminan hak-hak sipil dan politik. Dalam konteks ini, pasal 26 Kovenan juga memuat prinsip persamaan hak antara laki-laki dan perempuan di muka hukum dan persamaan untuk mendapatkan perlindungan hukum yang sama tanpa diskriminasi. Namun, perlu dicatat, Komite Hak Asasi Manusia membenarkan obligasi positif untuk melakukan tindakan afirmasi (affirmative action) sehingga kelompok yang sejak lama mengalamai diskriminasi seperti kaum perempuan dapat mengejar ketertinggalannya untuk dapat menikmati persamaan dengan laki-laki.
            Ketiga, Ketentuan Umum memuat aturan pengecualian tentang penundaan pemenuhan hak sipil dan politik dalam “situasi darurat yang mengancam kehidupan dan eksistensi bangsa, yang secara resmi ditetapkan” yang hanya bisa dilakukan dengan memenuhi asas proporsionalitas, dan non-deskriminasi, dan berdasarkan aturan hukum yang jelas. Penyimpangan untuk melakukan tindakan penundaan tidak berlaku bagi Negara Pihak untuk hak-hak yang dinyatakan dalam: Pasal 6 (hak untuk hidup); Pasal 7 (bebas dari penyiksaan); Pasal 8 (paragraf 1 dan 2) yang memuat larangan perbudakan; Pasal 16 (hak pengakuan dimuka hukum) dan Pasal 18 (kebebasan untuk berkeyakinan dan beragama) – hak-hak ini disebut dengan hak yang tidak dapat ditanda pemenuhannya (non-derogable right) dalam situasi dan keadaan apapun termasuk dalam situasi darurat.
            Ketentuan Umum, ini diakhiri dengan Pasal 5 yang memuat larangan bagi Negara Pihak untuk menafsirkan aturan Kovenan yang berakibat pada perusakan hak dan kebebasan fundamental yang dijamin dalam Kovenan. Demikian juga, Negara Pihak tidak diperbolehkan membuat pembatasan atau derogasi (pelanggaran) hak-hak asasi didalam peraturan perundang-undangan atau kebijakan nasional yang bertentangan dengan jaminan hak sipil dan politik yang dimuat dalam Kovenan ini.[6]
Badan-badan Pengawas yang Dibentuk Berdasarkan Mandat dalam Perjanjian
NO
Perjanjian
Badan Pengawas
1
Konvenan Internasional tentang Hak-hak Ekonomi Sosial dan Budaya
Komite Hak-hak Ekonomi. Sosial dan Budaya (The Committee on Economic, Social and Cultural Right)
2
Konvenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik
Komite Hak Asasi Manusia (The Human Rights Committee)
3
Konvensi Internasional tentang Penghapusan Semua Bentuk Diskriminasi Rasial
Komite Penghapusan Semua Bentuk Diskriminasi Rasial (The Committee on The Elimination of Racial Discrimination)
4
Konvensi tentang Penghapusan semua bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (1979)
Komite Penghapusan Semua Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (The Committee on Elimination of Discrimination against Women)
5
Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman lain yang Kejam, Tidak Manusiawi dan Merendahkan Martabat
Komite Menentang Penyiksaan (The Committee against Torture)
6
Konvensi mengenai Hak-hak Anak
Komite Hak-hak Anak (The Committee on The Rights of the Child)
7
Konvensi Internasional tentang Perlindungan Hak-hak Semua Buruh Migran dan Anggota Keluarga
Komite Buruh Migran (The commite on Migrant Workers)

C. Instrumen Khusus dalam Instrumen HAM Internasional
Norma “Bill of Right” Internasional, kemudian diikuti dengan pengabdosian instrument – instrument lain yang dikodifikasi, memuat hak – hak asasi manusia dan sistem pengawasan yang dilakukan untuk tujuan perlindungan dan pemenuhan katalog hak – hak asasi. Intrumen nasional hak asasi manusia tidak hanya ditetapkan oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa Bangsa, tetapi badan badan PBB lainnya, yang juga berfungsi memajukan hak asasi manusia, seperti Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan PBB – United Nations Educational, Scientific, and Culture Organisation (UNESCO) dan Organisasi Buruh Internasional – International Labor Organisation ( ILO ), yang menuyusun dan menetapkan instrumen – instrumen khusus, yang berbentuk perjanjian (konvensi), pernyataan, rekomendasi, untuk perlindungan dan pemenuhan hak asasi manusia.
Karena spektrum yang luas dari instrumen – instrumen khusus yang diadopsi badan badan PBB – yang mesti diberi bobot politik dan sosial secara khusus, maka pada pembahasan instrumen khusus ini dibatasi hanya instrumen kusus yang berkaitan dengan; hak menentukan nasib sendiri, pencegahan diskriminasi, termasuk larangan diskriminasi rasial, kebijakan dan praktik pembedaan warna kulit ( apartheid ), penghapusan diskriminasi terhadap perempuan, dan penghapusan segala bentuk intoleransi serta diskriminasi berdasarkan agama atau kepercayaan, hak – hak perempuan, hak – hak anak, serta hak asasi manusia dalam administrasi keadilan, yang difokuskan terhadap perlindungan setiap orang dari penyiksaan.
  1. Hak menentukan nasib sendiri
Sebelum diadopsinya 2 kovenan Internasional Hak Asasi Manusia, jaminan menentukan nasib sendiri sudah dirumuskan dan ditetapkan dalam deklarasi tentang Pemberian Kemerdekaan kepada Negara – negara dan Bangsa – bangsa Jajahan yang dikenal dengan sebutan deklarasi dekolonial. Deklarasi ini dimulai dengan pernyataan bahwa kebijakan dan praktik penjajah, dominasi dan eksploitasi merupakan pengingkaran terhadap hak hak asasi manusia, bertentangan dengan Piagam PBB serta menjadi hambatan bagi peningkatan perdamaian dan kerjasam dunia. Deklarasi ini juga menyatakan, semua negara wajib mematuhi sepenuh – penuhnya secara konsekuen ketentuan – ketentuan dalam Piagam PBB dan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia.
Dalam perkembangannya, istilah hak menentukan nasib sendiri, dianalisis dari dua  prespektif : menetukan nasib sendiri ( right of self-determination ). Pengertian pertama, seperti dinyatakan sebelumnya, berkaitan dengan “dekolonisasi” atau praktik memerdekakan diri sebuah bangsa untuk membentuk sebuah negara yang merdeka. Sedangkan pengertian kedua berkaitan dengan kebebasan kolektif ( penduduk ) menentukan nasib sendiri, bukan dalam rangka membantu sebuah Negara baru, melainkan kebebasan dalam konteks partisipasi penduduk dalam menentukan kebijakan – serta dan implementasinya- didalam sebuah Negara.
Instrumen lain, yang dapat diklasifikasikan ke dalam kelompok “ hak menentukan nasib sendiri” yakni konvensi Internasional tentang Rekrutmen, Pengunaan, Pembiayaan, dan Pelatihan Tentara Bayaran.
  1. Pencegahan diskriminasi
Setidaknya terdapat 8 Intrumen pokok Internasional, yang diadopsi PBB dengan pencegah,,an diskriminasi, yakni: (1) konvensi ILO No. 100 ( 1951); (2) Konvensi ILO No. 111 ( 1958); (3) Konvensi internasional Penghapusan semua bentuk Diskriminasi Rasial; (4) Deklarasi tentang Praduga Rasial dan Ras; (5) Konvensi UNESCO menentang Diskriminasi di Bidang Pendidikan; (6) Protokol Pembentukan sebuah Negara Pihak berkaitan dengan Konvensi Menentang Penyiksaan di Bidang Pendidikan; (7) Deklarasi tentang Penghapusan Semua Bentuk Intoleransi dan Diskriminasi Berdasrakan Agama dan Kepercayaan, serta (8) Deklarasi dan Program Aksi Durban, yang dihasilkan Konferensi Dunia Menentang Rasisme (2001).
Organisasi Buruh Internasional  ( ILO ) memberikan perhatian amat serius terhadap problem diskriminasi. Perhatian ini kemudian, dirumuskan dalam konvensi ILO No. 100, yang adiadopsi pada tahun 1951 tentang Pengupahan yang sama untuk laki-laki dan perempuan untuk Jenis Pekerjaan yang Sejenis, serta dirumuskan juga Konvensi No 111 yang diadopsi 7 tahun berikutnya pada tahun 1958 tentang penghapusan diskriminasi dalam pekerjaan dan Jabatan. Selain ILO, Organisasi Pendidikan Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan (UNESCO) , juga mengadopsi setidaknya 2 Instrumen pokok yang memuat larangan dan pencegahan diskriminasi di bidang pendidikan, yakni Konvensi Menentang Diskriminasi di Bidang Pendidikan, serta Protokol pembentukan Komisis dan Konsiliasi yang bertanggung jawab untuk menyelesaikan sengketa antara Negara Pihak berkaitan dengan Konvemsi Menentang Diskriminasi di Bidang Pendidikan,
Selanjutnya, upaya penghapusan praduga rasial dan diskriminasi rasial, medapat perhatian khusus. Majelis Umum mengadopsi Deklarasi (1963) dan Konvensi  (1965) tentang penghapusan semua bentuk diskriminasi rasial. Penggalangan solidaritas Majelis Umum kemudian menghasilkan Konvensi Internasional tentang Pemberantasan dan Penghukuman Kejahatan Pembedaan Warna Kulit ( apertheid ) (1975 ).
Berbeda dengan proses penetapan Konvensi menentang Rasil dan Rasisme yang sudah berhasil mendapat persetujuan dalam Majelis Umum PBB pada tahun 1965, pengadopsian instrumen yang memuat jaminan perlindungan hak dan kebebasan beragama, sekaligus penghapusan semua bentuk intoleransi dan diskrimanasi  berdasakan agama dan kepercayaan menghadapi rintangan dan perdebatan kontroversial.
Bertahun – tahun perundingan tidak mengalami kemajuan, kemudian pada tahun 1981, Majelis Umum memproklamasikan Deklarasi tentang Penghapusan Semua Bentuk Intoleransi dan Diskriminasi berdasarkan Agama dan Kepercayaan, pada tahun 1981.
  1. Hak – hak perempuan
Dalam “payung” klarifikasi hak-hak perempuan, selain Konvensi dan Protokol Opsional tentang Penghapusan semua bentuk Diskriminasi terhadap perempuan, terdapat 2 instrumen pokok lain, yakni: Deklarasi tentang Perlindungan Perempuan dan Anak-anak dalam situasi Darurat dan Konflik bersenjata, serta: Deklarasi tentang Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan.
  1. Hak-hak anak
 Hak-hak anak dalam konvensi hak anak tahun 1989, secara umum, dapat diklasifikasikan kedalam 3 katagori. Pertama, hal-hak yang merupakan hak-hak setiap anak dengan tidak memandang usia, namun dalam konvensi ini, dinyatakn dan ditugaskan kembali. Sebagai contoh, jaminan perlindungan terhadap penyiksaan, jak atas nam dan identitas kewarganegaraan, atau hak atas jaminan sosial.
 Kedua, katalog hak asasi manusia secara umum, namun dalam konvensi diberikan penekanan, jaminan atas hak perlu diperkuat dan ditetapkan secara khsusu, seperti hak dan persyaratan bagi anak ( remaja ) yang hendak bekerja, atau hak-hak anak dalam konteks perampasan kemerdekaanya (penahanan/pemenjaraan). Selanjutnya, ketiga, hak - hak yang khusus berkaitan dengan anak, seperti adopsi, hak atas pendidikan dasar dan komunikasi(berhubungan) dengan orangtuanya.
 Selain itu, ILO juga mengadopsi setidaknya 2 konvensi yang ditujukan untuk perlindungan hak-hak anak. Sebelum Konvensi hak-hak anak diadopsi, pada tahun 1973 ILO sudah mengadopsi Konvensi tentang Usia Minimum. Kemudian pada 1999, ILO menetapkan Konvensi No. 182 tentang Bentuk-bentuk Terburuk Buruh Anak.
  1. Larangan Penyiksaan
Praktik penyiksaan terhadap manusia, telah menjadi perhatian yang serius dari komunitas Internasional. Tidak mengherankan, ketentuan hukum berkaitan dengan larangan penyiksaan, dinyatakan dalam banyak instrumen pokok Internasional dan regional.
            Pasal 5 DUHAM  dan pasal 7 konvenan Internasional hak-hak sipil dan politik dengan tegas mengatur jaminan setiap orang untuk bebas dari segala bentuk, praktik, dan kejahatan penyiksaan. Kejahatan ini, jika dilakukan sebagai serangan yang sitematik dan meluas, dikategorikan sebagai kejahatan hak-hak asasi manusia yang berat, dengan klasifikasi kejahatan terhadap manusia.
            Pengadopsian konvensi yang berkaitan dengan larangan penyiksaan, didahului dengan pengadopsian Deklarasi tentang Perlindungan Semua Orang dari Penyiksaan dan Perlakuan atau Hukuman yang Kejam, tidak manusiawi dan merendahkan martabat pada 1975. Dorongan untuk pengadopsian deklarasi, antara lain disebabkan kejahatan penyiksaan terhadap individu dan kelompok masyarakat pasca kudeta militer di chili pada tahun 1973. Membutuhkan waktu 9 tahun bagi majelis Umum untuk bisa mengadopsi Konvensi menentang Penyiksaan. Selanjutnya, kurang lebih 3 tahun, 20 negara menyatakan mengingatkan diri pada perjanjian ini, sehingga konvensi menentang penyiksaan dapat berlaku pada 26 Juni 1987.
            Larangan melakukan penyiksaan, dinyatakan dalam Konvensi Jenewa yang diadopsi pada 1949, setahun setelah ditetapkannya DUHAM. Para tahanan perang tidak diperbolehkan mendapat perlakuan yang kejam, penyiksaan atau pemotongan bagian-bagian tubuhnya. Hal yang sama berlaku untuk korban konflik bersenjata Internasional dan konflik bersenjata yang terjadi di dalam sebuah Negara (non internasional)
            Instrumen Internasional, secara khusus mengatur larangan penyiksaan terhadap anak-anak serta mengatur masalah kompensasi untuk semua korban kejahatan hak-hak asasi manusia,
Tabel Instrumen Internasional Hak Asasi Manusia, berdasarkan Urutan Kronologis
Tahun

1945
1948
1948
1949

1951

1951
1952
1953
1954

1955
1956
1957
1957
1958

1959
1960
1960
1962

1963
1965
1966
1966
1967
1968
1969
1973
1974
1974

1975

1975

1978
1979

1981

1984

1986
1989

1989
1989

1990

1992

1992
1993
1993

1997
1998


1999

1999

2000

2000
2000
2001
2001

2002
Piagam PBB
Konvensi Pencegahan dan Penghukuman Genosida ( 1951)
Deklarasi HAM Semesta
Konvensi ILO (No, 98) tentang Hak Mengorganisir dan Posisi Tawar Kolektif (1951)
Konvensi ILO (No.100) tentang Upah yang sama bagi Laki-laki dan Perempuan atas Pekerjaan yang Nilainya Setara (1953)
Konvensi Status Mengungsi(1954)
Konevensi hak-hak Politik Perempuan
Protokol Amandemen Konvensi Perbudakan 1926 (1953)
Konvensi tentang Status Penduduk yang tidak memiliki kewarganegaraan (1960)
Peraturan Standar minimum bagi perlakuan Tahanan
Lampiran Tambahan Konvensi Penghapusan Perbudakan (1957)
Konvensi Nasional tentang Perempuan yang Menikah (1958)
Konvensi ILO (No. 105) tentang Penghapusan Kerja Paksa (1959)
Konvensi ILO (No. 111) tentang diskriminasi ( ILO Discrimination) Tempat Bekerja dan Pekerjaan (1960)
Deklarasi hak-hak Anak
Deklarasi Pengakuan Kemerdekaan Negara dan Penduduk dari Penjajahan
Konvensi UNESCO Menentang Diskriminasi dalm Pendidikan
Koneverensi Perizinan Perkawinan, Usia Minimum Perkawinan dan Pencatatan Perkawinan (1964)
Deklarasi Penghapusan segala bentuk diskrimanasi rasial
Konvensi Internasional Penghapusan segala Bentuk Diskriminasi Rasial (1962)
Konvensi Internasional hak-hak Ekonomi Sosial dan Budaya (1976)
Konvenan Internasional hak-hak Sipil dan Politik (1976)
Deklarasi Penghapusan Diskriminasi Terhadap Perempuan
Proklamasi Teheran
Deklarasi Kemajuan Sosial dan Pembangunan
Konevensi Internasional Penghapusan dan Penghukuman Apartheid (1976)
Deklarasi Semesta Pemberantas Kelaparan dan Kekurangan Pangan
Deklarasi Perlindungan Perempuan dan Anak dalam Situasi Darurat dan Konflik Bersenjata Deklarasi hak hak orang cacat
deklarasi Perlindungan Setiap Orang dari Ancaman Penyiksaan dan Tindakan Keji Lainnya
Tindakan atau Hukuman tidak Berperi Kemanusiaan atau Merendahkan Martabat
Deklarasi Prasangka Ras dan Rasial
Konvensi Penghapusan Bentuk Intoleransi dna Diskriminasi berdasarkan Agama dan Kepercayaan
Deklarasi Penghapusan Bentuk Intoleransi dan Diskriminasi terhadap Perempuan (1981)
Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan Keji atau Tindakan atau Hukuman yang merendahkan Martabat (1987)
Deklarasi hak-hak Pembangunan
Konvensi ILO No 169 tentang Penduduk Asli dan Adat di Negara negara Independen (1991)
Konvensi hak-hak Anak (1990)
Protokol Optional Kedua terhadap Kovenan hak-hak sipil dan Politik, Guna Menghapuskan Hukuman Mati
Konvensi Internasional untuk PERLINDUNGAN ham Setiap Pekerja Migran dan Keluarganya (2003)
Deklarasi hak hak setiap orang untuk Mmeliki Kebangsaan atau Etnis, Agama dan Bahasa Minoritas
Deklarasi Perlindungan Setiap Orang dari Segala Bentuk Penghilangan Paksa
Deklarasi dan Program Aksi Wina
Prinsip-prinsip yang berkaitan dengan Status Lembaga Nasional untuk Promosi dan Perlindungan Hak Asasi Manusia
Agenda Pembangunan
Deklarasi tentang Hak dan Tanggung Jawab Individu, Kelompok dan Organisasi Masyarakat untuk Mempromosikan dan Melindungi hak-hak Asasi dan Kebebasan fundamental Manusia Universal
Deklarasi dan Kemajuan Negara dan Inisiatif Dimasa Depan untuk Program Aksi Pembangunan Berkelanjutan di Pulau – Pulau Kecil Negara Berkembang
Protokol opsional untuk Konevensi Penghapusan Semua Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (2000)
Protokol Opsional untuk Konvensi mengenai Hak-hak Anak, Keterlibatan Anak dalam Konflik Bersenjata (2002)
Deklarasi Millinium PBB
Konvensi Menentang Kejahatan Trans-nasional Terorganisir
Deklarasi Komitmen HIV/AIDS
Deklarasi tentang Kota dan Wilayah lain yang didiami Manusia dalam Millenium Baru
Protokol Opsional Konvensi Menentang Penyiksaan ( per Januari 2006 belum berlaku, baru diratifikasi 16 Negara dari total minimum 30 Negara )


Keterangan : *Tahun disebelah kiri menunjukkan tahun adopsi, sedangkan tahun dalam tanda kurung menunjukkan instrumen HAM mulai diberlakukan ( entry into force )
            Sementara dilevel domestik, sebagai contoh di Indonesia, pada 2001, amandemen ke-2 Undang-undang Dasar 1945, memuat hak setiap orang untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia. Sebelumnya, larangan penyiksaan dimuat dalam pasal 33 UU No 39/1999 tentang Hak Asasi Manusia dan secara khusus larangan penyiksaan terhadap anak dimuat dalam pasal 66 UU ini.
            Dari ke 7 instrumen pokok, tidak termasuk protokol opsional atau protokol tambahan. Indonesia sudah meratifikasi 8 instrumen kecuali Konvensi Internasional tentang Perlindungan Hak hak Semua Buruh Migran dan Anggota Keluarganya. Inkorporasi hukum Internasional hak asasi manusia ini, dilakukan melalui undan-undang, kecuali Konvensi mengenai hak hak Anak, yang diratifikasi melalui keputusan Presiden.[7]
Table the Internastional human rights: instruments, dates, and membership[8]
Name
Date when open for signature
States parties as of 2004 as of N and %
International Covenant on Cicil and Political Rights (ICCPR)
1966

152
(78%)
International Covenant on Economic, Social, and Culture Rights ( ICESCR )
1966

149
(77%)
Optional Protocol to the International Covenant on Civil and Political Righs (OPTI)
1976

104
(54%)
Second Optional Protocol to the International Covenant on Civil and Political Rights ( OPT2 )
1989

50
(26%)
International Convention on the Elimination of all Forms of Racial Discrimination ( CERD )
1966

169
(89%)
Convention on the Elimination of all Forms of Discrimination Against Women ( CEDAW )
1979

177
(91%)
Convention Against Torture and other Cruel, Inhuman, or Degrading Treatment or Punishment (CAT)
1984
136
(70%)
Convention on the Rights of the Child (CRC)

1989

192
(99%)


BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan

-          Instrumen HAM Internasional adalah alat yang digunakan untuk melindungi Hak Asasi Manusia di seluruh negeri di dunia.
-          Instrumen umum dalam Instrumen HAM internasional ada dua yaitu Kovenan Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya dan Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik.
-          Instrumen Khusus dalam Intrumen HAM internasional ada 5 yaitu; Hak menentukan nasib sendiri; Pencegahan Diskriminasi; Hak-hak Perempuan; Hak-hak Anak dan Larangan Penyiksaan.













DAFTAR PUSTAKA

Nasution, Adnan Buyung. 2006. Instrumen Internasional Pokok Hak Asasi            Manusia, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Departemen Pendidikan Nasional. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Landman, Todd. 2006. Studying Human Rights. New York: Routledge.


                [1] Adnan Buyung Nasution, Instrumen Internasional Pokok Hak Asasi Manusia, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2006), hlm. 16.
                [2] Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), hlm. 437
                [3] Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, hlm. 382
                [4] Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, hlm. 439
                [5] Adnan Buyung Nasution, Instrumen Internasional Pokok Hak Asasi Manusia, hlm. 18-21.
                [6] Adnan Buyung Nasution, Instrumen Internasional Pokok Hak Asasi Manusia, hlm. 18-33.
                [7] Adnan Buyung Nasution, Instrumen Internasional Pokok Hak Asasi Manusia, hlm. 33-42
                [8] Todd Landman, Studying Human Rights, (New York: Routledge, 2006), hlm. 13.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar